SERIBU MIMPI SEJUTA AKSI
SERIBU MIMPI SEJUTA AKSI
Oleh : Anissia Lailatul Fitri (12110087)
sebagai tugas mata kuliah "Pendidikan Jurnalistik"
Bermula
dari tuntutan, kita dapat berubah dan mengubah. Kita dapat bergerak dan
melangkah. Seperti kisah ini pun, akan melangkah dari tuntutan mahasiswa yang
mengambil mata kuliah Pendidikan Jurnalistik, dan diwajibkan untuk membuat life story oleh sang guru. Kisah ini
akan bermula dari awal, namun tak akan detail dan tepat, karena kisah ini hanya
cuplikan dari pengalaman-pengalaman selama 21 tahun hidup di dunia yang fana
ini. Karena itulah, mungkin dengan adanya tuntutan, kalian dapat mewujudkan
keinginan kalian.
Mimpi,
aku mulai mengenalnya saat aku membaca novel “Sang Pemimpi”, kaya Andrea
Hirata. Pada novel itu, tokoh sng pemimpi adalah Arai, saudara dari Ikal
(Andrea Hirata) yang telah menjadi yatim piatu sejak SMP, dan kemudian
bersekolah dengan Ikal hingga SMA, kemudian kuliah di Jawa. Mereka berdua tak
hanya bertahan sebagai mahasiswa, api juga bertahan di kerasnya kehidupan
dengan bekerja dan bermimpi dapat belajar ke luar negeri. Mimpi itupun akhirnya
dapat tergapai dengan usaha, kerja keras, doa, dan harapan. Arai berkata,
“Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu”, dan aku percaya dengan
kata-kata itu. Aku membaca novel ini ketika di bangku SMP kelas 2. Bahkan,
novel itupun pernah disita oleh guruku ketika ada agenda razia di sekolah.
Mimpi,
manusia memang harus bermimpi. Dengan mimpi itu, manusia dapat terus hidup
dengan lebih baik. Manusia akan mempunyai harapan dan do’a, dengan begitu
manusia akan selalu mendekatkan diri kepada Allah, karena mereka akan meminta
agar mimpi tersebut dapat dikabulkan. Tak hanya itu, dengan adanya mimpi, kita
akan termotivasi dan berusaha serta yakin pada diri kita sendiri dan
segera real action untuk mewujudkan mimpi itu. Ketika kita yakin
dengan diri kita
sendiri, terus berjuang
untuk mewujudkan mimpi tersebut, maka semuanya hanya masalah waktu saja.
Bukankah Tuhan tak pernah tidur? Bukankah tidak ada yang lebih adil dari
Tuhan? Bukankah Dialah
yang Maha Pengasih
dan Penyayang? Terus, kenapa harus takut bermimpi dan
percaya kepada diri sendiri?. “If you
take responsibility for yourself, you will develop a hunger to accomplish your
dreams.” ~ Les Brown
Cerita inipun tentang mimpi, mimpi
seorang gadis lugu yang terkadang kasar dan cuek tapi sebenarnya berhati hello
kitty, seorang gadis yang haus akan pengalaman, dan seorang gadis yang selalu
ingin melakukan sesuatu untuk kebermanfaatan banyak orang. Itulah mimpiku
sekarang. Aku yakin, dan harus yakin,
bahwa mimpi akan menjadi nyata. Karena sejatinya, mimpi adalah do’a. Cerita ini
akan kumulai dari awal, dimana latar belakang sangat berpengaruh terhadapa
kepribadian seseorang. Ketahuilah kawan,
tak ada sesuatu yang instan didunia ini. Semua pasti ada proses, karena
itulah yang membuat seseorang sukses. Meski aku belum sukses, tapi aku terus berupaya menjadi orang sukses. Hal
ini kulakukan sebagai tanda bahwa aku sangat bersyukur kepada Allah, Rabb yang
dengan Rahman dan Rahim-Nya memberikanku kehidupan yang sangat berwarna dan
sangat menarik. Sukses bukanlah untuk kita, tapi untuk orang lain. Semoga
menginspirasi, dan tetap bersyukur di berbagai kondisi.
Man Jadda,
Wa Jadda.
Masa
kecil adalah masa yang paling indah. Masa dimana segalanya harus ada pada waktu yang diinginkan, masa dimana pengalaman dan pendidikan tentang
kehidupan diperoleh untuk pertama kali dari orangtua, dan masa yang kita tak
tahu kenapa kita tak merasakan beban atau masalah, hanya bermain, bermain, dan
bermain. Masa ini berada pada rentang umur 7-12 tahun. Oleh karena itu, masa kecil akan selalu
dikenang dan selalu diinginkan untuk kembali. Sedikit bertolak dari teori tentang masa kecil
tersebut, masa kecilku kulalui dengan sedikit warna yang berbeda. Aku memiliki 3 orang adik dan 1 kakak. Adik
pertamaku, lahir pada tahun 1997, yaitu ketika aku berusia 3 tahun. Tak ingat
pastinya, adikku sejak kelahiran memiliki penyakit kelainan usus, yang
menyebabkan dia rentan terhadap penyakit diare. Karena itulah, aku sering
dititipkan oleh orang tuaku kepada tetangga atau sanak saudara terdekat. Hal
ini membuatku terbiasa hidup dengan orang lain, diluar keluarga.
Sebagai
anak kecil pada umumnya, menginginkan sesuatu adalah hal yang wajar, seperti
mainan, makanan, baju, atau alat-alat sekolah. Tapi hal tersebut tidak terjadi
pada masa kecilku, mengingat pada saat itu, ekonomi keluarga yang masih sulit,
ditambah dengan adikku yang sakit-sakitan. Ketika aku menginginkan sesuatu, aku
harus membeli sendiri. Selain dari uang saku, biasanya, uang tersebut adalah
uang sangu hari raya atau keuntunganku dalam berbisnis. Ya, aku berbisnis sejak
SD, tepatnya kelas 2 SD. Sejak kecil, mungkin sejak kelas 1 SD, dan masku
selalu dipaksa ibu untuk membantu “nglocopi
kacang”, ini adalah kegiatan memisahkan kacang tanah dari kulitnya dengan
air panas. Hal ini sangat membosankan, menurutku ketika itu. saat kelas 2 SD,
entah karena apa, saat itu, Mama memintaku untuk berjualan kerupuk, hasilnya
nanti bisa ditabung. Saat itu, aku ingat, aku membawa 12 plastik berisi
kerupuk. Kemudian saat aku masuk ke sekolah, ada salah satu temanku yang
mencemo’oh, dan aku sempat malu. Dia pun membeli 1 bungkus, lalu berkata, “Enak ternyata, aku beli lagi”, kata dia
sambil memberikan uang. “Huuuu…. batinku”. Harga kerupuk itu Rp 100,00. Saat
itu, uang sakuku saja Rp 300,00. Zaman itu memang nilai rupiah kecil, meskipun
jika 1 dolar mendapat tukar Rp 8000,00. Hari itu, kerupukku habis, dan aku
senang sekali, aku masih ingat, saat itu, mama memasukkan uang Rp 1.200,00 itu
ke celengan bebek. Maka, sejak itu aku selalu mempunyai barang untuk dijual,
entah itu kerupuk, kacang, mi goreng, dan lain-lain. Aku memiliki kakak
laki-laki yang selalu ranking 1, namanya Mas Dika. Sejak kelas 1 SD, Mas Dika
selalu ranking 1 dan sering mendapat hadiah dari Om Dwi, adik Bapak yang
bekerja di Kalimantan atau Om Doso, adik ipar Bapak yang juga berkerja disana.
Jujur saja kawan, aku iri dengan Mas Dika yang sering mendapatkan hadiah atau
traktiran, tak apakan iri dalam hal kebaikan ?. Alhamdulillah, meski tidak
seperti Mas Dika yang selalu ranking 1, aku sering mendapatkan ranking 6
dikelas. Setidaknya, sering masuk 10 besar dapat membahagiakan orangtuaku.
Aku
ingat sekali saat-saat kecil dulu, jika beli bakso, Mama memberikan uang Rp
500,00 yang nanti akan mendapatkan 1 tahu dan 1 syomai, kemudian aku mengambil
kuah yang banyak. Lalu ketika aku ingin sekali beli jajan, tapi tak ada uang,
akhirnya aku bersih-bersih rumah, kemudian mengumpulkan barang-barang bekas
yang kujual ke tukang rombeng. Bahkan, terkadang aku mencari-cari uang receh
yang jatuh dikolong meja, atau di dalam kursi yang bolong. Amboi, jika
mengingat masa-masa itu rasanya ingin menangis dan tertawa saja.
Aku sering mengikuti Mas Dika saat main
bersama dengan teman-temannya. Bermain kelereng, monopoli, gobak sodor, petak
umpet, bentengan, dan bakar-bakar singkong atau jagung. Kami memiliki 2
kelompok bermain, yaitu yang ada di daerah rumah kami, dan di lingkungan rumah
nenek kami, di Pulosari, Blimbing, Kota Malang. Ketika libur tiba, kami bermain
sampai malam hari. Terkadang, kami bermain di sawah dan di sungai belakang
rumah kami, atau mencari buah cerri di daerah perumahan, bahkan mencari
undur-undur pun adalah hal yang tak jarang kami lakukan. Terkadang, aku juga bermain dengan teman
perempuanku. Teman yang dekat dengan rumah namanya Virdi, Molek, dan Tika. Aku
sering bermain dengan Virdi. Banyak hal yang dulu selalu kita lakukan. Apalagi
ketika bulan Ramadhan. Kami sering jalan-jalan pagi sejak selesai solat subuh,
mencari laron ketika musim hujan, dan bermain bersepeda. Namun, sejak SMP, kami
jarang lagi bermain bersama. Sedangkan teman disekolah, aku mempunyai teman
yang sampai sekarang pun aku tetap bersahabat, namanya Milla.
Ketika
bulan Agustus, aku dan teman-teman ikut
berpartisipasi dalam merayakannya. Kami megikuti lomba, sepeda hias, gerak
jalan, menonton karnaval, menari untuk menjadi pengisi acara ketika malam
puncak. Pernah pada suatu moment,
aku menang pada semua lomba yang
diadakan. Untuk sepeda hias, aku memakai sepeda kecil warna hitam. Sepeda yang
sangat kecil, namun aku tak pernah malu memakainya. Mungkin biasanya dipakai
oleh anak kelas 1 atau 2 SD, sedangkan pada kelas 6 SD pun aku masih
memakainya. Event gerak jalan adalah event yang selalu kutunggu. Karena
biasanya, aku akan berjalan kaki memutari perumahan yang ukurannya km. Kemudian
Bapak akan memberikan kupon untuk membeli jajan yang ingin kami makan.
Biasanya, Bapak akan memberikan kupon yang cukup untuk membeli 1 makanan dan 1
minuman. Namun, hal tersebut berbeda sekali dengan saat aku di sekolah. Aku tak
pernah diberi kesempatan oleh sekolah untuk mewakili pada kegiatan perlombaan.
Aku sedih sekali, karena aku ingin mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut,
seperti Jambore Pramuka, lomba keolahragaan, gerak jalan, bahkan, menjadi
petugas upacara bendera pun aku tak pernah.
Masa
kecil adalah masa pembentukan karakter seseorang. Aku bahagia dengan masa kecil yang penuh
dengan usaha. Berusaha untuk mandiri,
berusaha menahan keinginan, dan berusaha untuk berjuang agar mendapatkan apa
yang kuinginkan. Hubunganku dengan orangtua juga harmonis. Aku lebih menghormati dan
menyayangi mereka. Hal itu disebabkan karena ketika aku tinggal dengan
oranglain, bagaimanapun keadaannya, aku merasakan bahwa tinggal dengan orangtua adalah yang
terbaik, masakan Mama adalah masakan terenak, dan rumah yang ditempati adalah
tempat ternyaman untuk beraman dan mengistirahatkan tubuh. Demikianlah
pengalaman dan pembelajaran yang kudapatkan dari masa kecilku.
Masa
remaja dimulai ketika aku masuk SMP, atau rentang umur 13-16 tahun. Masa ini
adalah masa yang mungkin sedikit kusesali, karena saat itu aku terpuruk dalam
kesedihan. Aku sedih karena tidak bisa bersekolah di Kota Malang. Berdasarkan
rumor saat itu, hal tersebut terjadi karena sistem pemerintahan yang rusuh.
Terdapat banyak aksi suap-menyuap pada saat tes seleksi siswa yang bersekolah
di Kabupaten untuk bersekolah di Kota. Padahal, aku mempunyai mimpi yang sampai
sekarang masih ingin kugapai. Aku ingin bersekolah di SMPN 3 Malang. Tempat Mas
Dika menuntut ilmu. Aku mencintai sekolah tersebut sejak Bapak mengajakku
kesana pada saat ambil rapot. Tapi, yang paling berkesan adalah saat aku
menghadiri kegiatan pameran yang dilaksanakan oleh siswa-siswi disana. Keren
dan menakjubkan sekali pameran saat itu. karena nilai-nilaiku saat tes seleksi
sangat anjlok, akhirnya aku bersekolah di SMPN 1 Karangploso. Meskipun aku
masuk di kelas unggulan, aku melewati hari-hariku dengan tidak bersemangat.
Walhasil, nilai-nilaiku pun anjlok jika dibandingkan dengan nilai-nilai
teman-temanku. Alhamdulillah, hal ini tidak berlangsung lama, kurang lebih
hampir 1 semester.
Untuk
kegiatan berorganisasi, di SMP inilah aku memulainya. Aku mengikuti kegiatan
ekstrakulikuler dan menjadi anggota tetap Pramuka. Aku yang sudah menjadi kakak senior, menjadi panitia
pada saat Persami kelas VIII. Disitulah aku merasa enjoy dengan berorganisasi,
karena banyak sekali hal-hal yang kudapatkan, seperti mempunyai banyak teman,
baik itu yang seangkatan atau kakak tingkat, dan juga guru-guru atau pembimbing
senior, dituntut untuk bertanggungjawab dan memimpin adek junior yang sedang mengikuti Persami,
dan kegiatan-kegiatan menyenangkan lainnya.
Bersekolah
di SMP yang bukan keinginanku merupakan takdir indah dari Allah. Ketika
berangkat sekolah, aku dibonceng Bapak yang bekerja di Kota Batu. Setiap pagi
pukul 05.30, Bapak harus sudah berangkat dari rumah, karena harus mampir ke
Pasar Karangploso untuk membeli barang dagang secara grosir. Jarak Pasar
Karangploso dan sekolahku cukup dekat, aku selalu berjalan kaki dari Pasar
Karangplos ke sekolah. Sebelumnya, pada saat kelas 6 SD, aku mengatakan kepada
Mama, bahwa aku ingin membuka toko kecil-kecilan. Alhamdulillah, hal itu
terlaksana. Berbekal uang sisa hari raya, aku pun segera membeli barang-barang
yang dapat kubeli di pasar. Tak hanya itu, aku juga membeli minyak tanah 20
liter yang kujual secara ecer. Alhamdulillah, dari hasil toko ini 3 tahun
selama aku di SMP dapat membantu memenuhi kebutuha-kebutuhan seperti alat
tulis, buku, kamus Alfalink dan lain sebagainya. Selain itu, dengan nasihat dan
tuntunan dari Mama dan Bapak aku dapat membeli kalung emas 3 gr. “Kamu harus
mempunyai suatu investasi dari hasil usahamu ini nis, belikan saja emas, karena
harganya semakin lama akan semakin naik. Tapi jangan dijual kalau benar-benar
tidak pada situasi yang mendesak”, kata Mama.
Satu
barang yang sangat kuinginkan tapi tak dapat kubeli adalah Handphone. Saat SMP,
Handphone sudah begitu familiar. Aku pun ingin memilikinya. Namun, selain tak
mau membelikan, Bapak juga tak mengijinkan. Satu-satunya orang yang memiliki
Handphone dirumah hanyalah Bapak, itupun biasa. Terkadang aku dan Mas Dika
berebutan untuk meminjamnya. Karena terlalu inginnya memilji Handphone,
sampai-sampai aku mengoleksi gantungan Handphone yang lucu-lucu. Sebenarnya aku
telah berencana membeli Handphone, tetapi saat uang sudah terkumpul Rp
500.000,00, Bapak menasehatiku ntuk
membeli kamus Alfalink. Setelah kupikir-pikir, aku pun menyetujuinya karena
kamus saat itu memang penting untuk digunakan mengingat aku terkadang juga
berebut kamus denga Mas Dika. Akhirnya, kuputuskan untuk membeli kamus Alfalink
yang terbaik saat itu. Kamus tersebut bukan hanya dapat menerjemahkan, tetapi
juga dapat memberikan contoh, menyimpan notes, dilengkapi dengan sistem suara
untuk belajar percakapan, dan fitur-fitur yang lain.
Adanya
tuntutan untuk berangkat pagi dan keadaan di kelas, membuatku mempunyai ide
untuk berjualan snack di kelas. Awalnya
aku sedang membawa barang-barang yang kujual di toko, ada snack, gula, tepung,
MSG, dll yang kubawa ke sekolah. Dikelas, saat pelajaran berlangsung, ada
seorang teman yang memberiku kertas dan uang. Ternyata kertas itu beris memo
dari dia, ingin membeli snack yang kubawa. Aku pun memberikan barang daganganku
kepadanya. Sejak itulah aku mulai berjualan di kelas.
Pada
masa ini aku masih kurang bisa berpartisipasi dalam hal kegiatan berorganisasi.
Aku masih belum terpilih oleh wali kelas untuk mengikuti seleksi OSIS. Padahal,
sesungguhnya aku ingin ikut, hanya saja wali kelas belum memilih. Terpaksalah
aku hanya sekedar sekolah saja. Entahlah, aku belum berani mengajukan diri.
Tapi, bila aku ditunjuk oleh wali kelas, aku akan siap-siap saja untuk
mengikutinya. Beginilah mungkin, aku hanya bersekolah. Saat ekstrakulikuler
pun, hanya sebatas formalitas.
Lulus
dari SMP, nilai UN yang berhasil kuperoleh tidak rendah dan juga tidak tinggi,
sedang-sedang saja. Awalnya aku ingin bersekolah di SMK Telkom Sandiputra
Malang, namun karena biaya sekolah yang sangat menjulang, aku akhirnya
mendaftarkan diri di SMKN 5 Malang. aku ingin segera bekerja, biarah mungkin
ijazahku SMK, tapi aku bisa segera sekolah dan segera bekerja untuk membantu
Bapak bekerja menyekolahkan adik-adik. Aku mengambil jurusan Rekayasa Perangkat
Lunak. Sesungguhnya, aku tak tahu jurusan apa itu, aku hanya mengawur kita
ditanya saat wawancara. Aku benar-benar tidak mencari tahu terlebih dahulu
tentang jurusan yang ada di sekolah tersebut.
Akhirnya aku masuk di kelas RPL 2. Rekayasa
Perangkat Lunak adalah mata jurusa yang mengajarkan tentang membuat software untuk computer. Dapat berupa
program aplikasi, web, beserta basis datanya. Jurusan inilah yang melahirkan
para hacker. Pembelajaran RPL berlangsung dengan kurang jelas. Jujur ini
kukatakan, karena guru-guru hanya memberikan contoh program. Kemudian menyuruh
kita untuk mengetik script itu agar dapat menjadi program yang ada di
computer. Saat itu, sebagai siswa pada
umumnya, akan sangat senang apabila hanya mencopy scipt, bukan membuat script
sendiri untuk dijalankan. Sehingga, tak terasa aku tak pernah bisa berfikir
tentang script. Aku hanya mencontoh script yang diketik oleh guruku. Itulah
kenapa meskipun aku jurusan informatika, tapi aku sama saja dengan anak
lainnya. Andaikan aku tahu sejak awal, aku akan benar-benar belajar. Apalagi
saat di sekolah aku banyak bertanya ke kakak senior, tidaj berfikir sendiri
bagaimana membuat script untuk program.
Namun,
aku segera bangkit, aku kemudian belajar sendiri dengan meminjam buku kepada
senior. Sayang sekali, ujian kembali datang. Saat aku dibelikan laptop, Mas
Dika pun ingin pula menggunakannya. Akhirnya aku tidak dapat belajar banyak.
Hanya info-info penting yang dapat kupelajari. Itu pun, saat ini aku juga lupa.
Belajar informatika memang mudah jika dilakukan dengan serius dan
berkelanjutan. Namun, sulit pula jika jarang dipraktekkan. Saat itu aku bingung
dan sedih, karena tidak dapat belajar dengan maksimal. Tapi, aku tidak ingin
sekolahku seperti saat di SMP. Setiap ada waktu luang, kugunakan untuk membaca,
belajar script, mengkoding, belajar
komputer , dan lain-lain. Di sekolahku, semua mata pelajarna umum masih
kudapatkan, seperti kimia, biologi, fisika, sejarah, sosiologi, ekonomi,
geografi, dan lain-lain. Ini mah SMA plus SMK, batinku.
Pada
tingkat SMK ini, aku juga menjadi anggota OSIS. Menyenangkan sekali, aku dapat
belajar banyak tentang organisasi, mengadakan event, mempunyai banyak teman,
dan lain-lain. Aku juga mengikuti M-teens OSIS Community, yaitu perkumpulan
OSIS SMA dan SMK se-Malang Raya yang diadakan oleh Radar Malang, Jawa Pos. kegitan
ini diadakan setiap 2 minggu sekali. Kau tahu kawan, sangat menyenangkan perkumpulan itu, aku berkenalan banyak teman
dari sekolah lain yang menginspirasi. Kemampuan berkomunikasi mereka yang elegan juga membuatku lebih belajar lagi
tentang public speaking. Kegiatan
yang telah kita lakukan adalah UN 100% JUJUR, mengajak anak sekolah yang sedang
ujian untuk jujur, sayang saat itu di sekolahku ada kegiatan, jadi aku tidak
bisa ikut kegiatan itu. Acara yang juga kami adakan adalah event Putri Kartini
M-Teens 2010 dan Ulang tahun MOC yang pertama. Sayang seribu sayang, aku hanya
dapat mengikuti agenda rapat saja. Saat hari H, aku selalu saja tak dapat
berpartisipasi. Kau tahu apa alasannya kawan, alas an klasik, aku tak boleh
sering-sering keluar rumah oleh orang tuaku. Hari libur, harus digunakan untuk
membantu orang tua. Hm, aku tak pernah keberatan membantu orang tua, tapi aku juga
sangat kesal jika aku tak dapat mengikuti kegiatan-kegiatan yang bermanfaat
seperti event-event tersebut.
Saat
di SMK, aku mulai berjualan pulsa. Setelah akhirnya bertahun-tahun aku menabung
untuk membeli HP, akhirnya kesampaan juga. Ketika itu aku mempunyai uang Rp
500.000, aku sudah tak sabar lagi untuk mempunyai HP dan berjualan pulsa. Aku
kemudian meminta kepada Bpak agar mengantarkanku membeli HP second yang murah, bagus, dan tetap
berkualitas. Aku mengajak Bapakku ke Klenteng, tempat barang-barang bekas yang
asih super murah. Aku, Bapak, dan Mas Dika, bersama-sama pergi ke Klenteng. Mas
Dika juga akan membeli HP. Aku dan Mas Dika memang senasib, belum mempunyai HP.
Jadi teringat, dahulu, ketika Bapak membeli HP, hanya radio saja yang
ada, membuat ku dan Mas Dika sering berebut
menggunakannya. Terkadang, diam-diam mengambil dari tas Bapak, kemudian
mengganti dengan sim card ku sendiri.
Hahaha, sungguh masa-masa yang membekas di hati. Kembali lagi ke cerita awal,
jadi setelah kami tiba di Klenteng, kami pun sangat antusias sekali
melihat-lihat di gelapnya malam dan sedikit cahaya lampu, pada setiap apa yang
ada di hadapan orang-orang yang membeber HP di depannya. Maklum, Klenteng seperti pasar pedagang kaki
lima. Namun, yang dijual adalah HP. Setelah sekian jam kami melihat-lihat,
bertanya, menawar, akhirnya kami mendapatkan apa yang kami idamkan. Aku membeli
HP Sony Ericson W200i, sedangkan Mas Dika membeli NOKIA 2300. Tak apalah second, yang penting akhirnya kami punya
HP, begitu pikirku dan Mas Dika. Sejak
saat itu, esoknya, aku sudah langsung berjualan pulsa, sampai saat ini. Selain
berualan pulsa, aku juga berjualan cairan pembersih LCD ke teman-temanku, yang
mayoritas mempunyai laptop.
Pada
kegiatan ekstrakulikuler, aku mengikuti ECC (English Conversation Club), aku
menikutinya selama 2 tahun. Sayang sekali, gurunya jarang datang. Tapi ada satu
kali, sekolah mendatangkan turis saat pembelajaran. I’m very glad about that,
because I can meet and direct conversation with people who use English
language. Aku juga mengikuti ekstrakulikuler Bahasa Jepang, karena suka sekali
dengan anime dan menonton film, kartun, atau dorama Jepang. Pernah juga sekali
mengikuti Bahasa Mandarin dan panduan suara. Tapi hanya satu hari kawan, karena
tak boleh lagi dengan orangtuaku. Mereka ingin aku focus belajar. Ya memang,
aku sangat suka sekali mengikuti berbagai hal, aku tak ingin ada waktu luang
yang tak termanfaatkan, aku juga ingin mempunyai banyak teman.
Saat
di SMK, aku terobsesi untuk meneruskan
kuliah ke STAN atau ke UI. Aku ingin berkuliah di STAN, karena ingin kuliah
tanpa biaya, dan setelah lulus aku bisa langsung bekerja. Dengan begitu aku
bisa membantu Bapak, atau jika aku bisa kuliah di UI, aku akan kuliah
sebaik-baiknya, karena itu adalah kampus terbaik yang kutahu saat itu. Aku
bermimpi menjadi, “The next yellow jacket”. Betapa menyenangkannya, menjadi
mahasiswa disana, akses mudah, kuliah bisa serius, terpercaya, dan bisa aktif
mendaftar berbagai event. Namun sayang, ketika tahun aku lulus, STAN tidak
menerima mahasiswa baru (pertama kali terjadi hal seperti ini), dan ketika
snmptn undangan aku telah mencoba memilih UI, namun gagal. Setidaknya, aku
sudah pernah mencoba untuk berani memilih UI sebagai universitas yang tecantum di
kertas SNMPTN undangan.
Sejak
perpisahan SMK, aku berada di rumah, membantu orangtua. Aku pun berjualan pulsa
di pasar. Aku berkeliling pasar, menawarkan kepada para pedagang yang ada di
pasar untuk membeli pasar. Aku berusaha mendapatkan uang, setidaknya untuk
biaya mengikuti SNMPTN tulis. Dua hari aku berjualan pulsa di pasar. Alhamdulillah, pada hari ketiga, aku
mendapatkan telfon dari Pakde yang anak terakhirnya satu angkatan denganku, dan
tentunya sangat akrab dengannya. Namanya Mbak Anis. Pakde menelfonku, beliau
memintaku untuk menemani Mbak Anis di Malang. Beliau juga berencana akan mendaftarkanku
untuk bersama dengan Mbak Anis. Begitulah,
dengan kuasa Allah, akhirya aku dapat belajar kembali untuk
mempersiapkan SNMPTN tulis. Setelah 1 bulan les, kami pun mengikuti tes ujian
SNMPTN. Saat pendaftaran, awalnya aku ingin memilih UB, namun, entah kenapa aku
memilih jurusan PAI di UIN MALANG. Beberapa hari sebelumnya, aku dan teman karibku, Rima, berdialog,
hendak memilih jurusan apakah kita. Pada hari-hari itu, kami memang sering
bersama belajar agama. Entah kenapa, kami sangat interest sekali saat itu. Rima berkata “Nis, gimana kalo kita ambil
jurusan PAI, kan mudah, terus juga nanti pahalanya di dunia dan di akhirat
juga”. Kupikir-pikir, betul juga kata Rima. Beberapa hari setelah itu, aku juga
mengunjungi sahabatku, Milla. Aku sudah lama sekali tak ke rumahnya. Milla
kuliah di UIN. Dia bercerita, bahwa kegiatannya sangat padat, tapi juga
menyenangkan. Milla mengatakan bahwa kuliah di UIN diwajibkan tinggal di asrama
selama 1 tahun. Tidak itu saja, ada perkuliahan wajib, yaitu bahasa arab. Aku
pun tertarik untuk kuliah di UIN, aku ingin belajar agama,karena ilmu agama itu
penting. Aku tidak ingin hanya belajar ilmu umum, yang pada akhirnya terkadang
aku seringnya, hehehe. Karena itulah, aku pun dengan sengaja dan ngawur, akhirnya pada pilihan memilih
UB, sedangkan pada pilihan kedua memilih UIN.
Setelah
1 bulan les, aku pergi berlibur ke Bontang, sebuah kota di Kalimantan Timur, di
kediaman Mbak Anis. Aku naik pesawat, untuk pertama kalinya. Rasanya,
menyenangkan, karena aku melihat awan, persis seperti apa yang kulihat di komik
Doraemon. Berada 1 bulan di Kalimantan sangat menyenangkan, aku mendapatkan
pengalaman-pengalaman yang tak pernah kuduga sebelumnya, seperti menginap di
hotel, memasak cumi-cumi, pergi ke pantai yang benar-benar sepi sehingga damai
sekali rasanya, rasanya jauh dari orangtua selama 1 bulan, dan pengalaman yang
lainnya.
Seminggu
sebelum kembali ke Malang, diumumkanlah hasil tes SNMPTN. Aku begitu deg-degan,
takut, cemas, pasrah, dan akhirnya memang pasrah. Ketika kulihat di web SNMPTN,
betapa terkejutnya aku, aku lolos, tapi, aku diterima di UIN. Aku kecewa,
kenapa aku tidak di UB saja, pikirku. Aku bingung harus bagaimana, tapi aku
sudah memilihnya, dan tak mungkin aku bisa memperbaikinya. Alhamdulillah nis,
Alhamdulillah, karena kamu telah lolos SNMPTN, selalu kuulang-lang kata-kata
itu sebagai penghibur baiku. Adapun dengan Mbak Anis, dia tidak lolos di
SNMPTN. Dia pun juga sangat terpukul, tapi past dia dengan mudah akan bisa
kuliah dengan jalur mandiri. Memang begitulah, akhirnya Mbak Anis dapat kuliah
di UB, dan pada jurusan yang dia inginkan.
Tibalah
aku menjadi mahasiswa, sebuah status baru. Aku memasuki kampus hijau itu.
perasaan ini, seperti tak pernah asing, perasaan bahwa ada sesuatu yang kurang,
dan kurasa ini adalah déjà vu . Aku
tak mengira, aku menjadi mahasiswa UIN, bukan UB, apalagi UI. UIN. Kampus Islam
Negeri. Oh, My God… It’s not dream, It’s
real. Aku akan jadi calon guru, guru agama lagi, bukan calon dokter, seperti cita-cita TK
dahulu. Jujur, aku sangat tidak percaya sekali dengan apa yang ku pilih, dan
kemudian ada di jalan yang tak pernah kuduga sebelumnya. Tapi, inilah kenyataan
yang telah ada. Aku harus bisa terima, ya memang harus, karena ini adalah takdir.
Ketentuan dari Allah, dan aku harus bisa menerima kenyataan ini.
Setelah
mengurus registrasi di kampus dan ma’had, aku pun segera mencoba melihat kamar
ma’had (asrama). Ma’had yang akan ku tempati adalah Ma’had Fatimah Az-Zahra. Ma’had
ini letaknya sangat stategis, karena berada di depan. Aku teringat, dahulu aku
melihat kamar ku nomor 21. Karena sudah merasa bahwa itu adalah kamarku, aku
pun langsung membuka pintunya. Kulihat,
telah ada banyak perabot, kamar yang sudah ada kehidupan, dan ternyata ada 2
orang ada di kamar tersebut. Mereka kaget, dan langsung mengajakku keluar. “Ada
apa dek ? mencari siapa ya ?”, kata seorang senior yang keluar dengan memakai
jilbab seadanya. “Mau ke kamar mbak, ini, nomor kamar saya kamar 21”, kataku.
“Oh iya, maaf ya dek, kamar sampean dipindah ke kamar 26. Ini kamar musyrifah”,
kata senior tadi. “Begitu ya mbak, maaf ya mbak, tadi saya gak tahu, saya pikir
sudah jadi kamar saya, jadi gak ketok pintu. Maaf lho mbak,” kataku dengan senyum mengembang. “Ya, tidak apa-apa dek,
namanya juga salah”, kata senirot tadi. Aku pun segera pamit untuk pegi ke
kamarku. Kamar 26, terletak di pojok kanan, sayap selatan.
Aku
tinggal di mabna FAZA dengan 7 orang temanku dari berbagai asal, Mbak Finda
dari Jember, Arin dari Tulungagung, Mbak Nisa dari Banjarmasin, Mina dari NTT,
Nafis dari Pasuruan, Rena dan Septa dari Mojokerto, dan hanya aku sendiri yang
dari Malang. Dalam waktu 1 tahun, aku tinggal bersama mereka. Terkadang
terdapat konflik yang berujung pada air mata, tapi tak jarang yang berujung
pada gembira ria. Adapula ria dan canda yang selalu hadir di setiap harinya.
Meskipun kegiatan di mabna sangat padat, aku menikmatinya, karena aku dapat
bebas melakukan apapun yang ingin kulakukan. Namun tak jarang, rindu pada
keluarga, terutama Mama dan Bapak hadir.
Di mabna, aku bisa bebas beribadah, dapat bebas pergi kemanapun, dan
melakukan aktivis apapun, meskipun itu jarang. Hal ini karena kegiatan yang
padat sekali kawan, ada kegiatan mabna, kelas, PKPBA, dan organisasi.
Pada
perkuliahan, semester 1 dan 2 kufokuskan untuk belajar di mabna dan di kampus
sebaik-baiknya. Aku benar-benar rajin dalam 2 hal ini. Di mabna, aku biasa
belajar mengaji dengan musyrifah yang baik hati dan mau membimbingku membaca
Al-qur’an dengan baik, ada Mbak Faza, Mbak Ria, dan Ziyan. Aku belajar dari
awal, karena memang kemampuan membaca Al-qur’anku sangat parah, aku belajar
mulai dari makhrojul huruf, tajwid, dan membaca dengan benar. Aku juga
terkadang pergi ke kamar-kamar teman yang mau mengajariku bahasa arab, menulis
huruf hijaiyah, dan belajar fiqh. Hal ini kulakukan, karena aku tak ingin rugi
pada statusku sebagai mahasiswa. Kugunakan waktuku semaksimal mungkin. Aku
hanya tidur selama 4 jam sehari. Memang kusengaja, agar aku bisa belajar,
belajar, dan belajar, agar aku tak ketinggalan dengan teman-temanku. Hal
pertama yang dinasehatkan Bapak adalah, bahwa aku adalah anak yang selalu
bersekolah di sekolah umum, dan belum banyak belajar agama, karena itu, Bapak
sangat senang aku bisa kuliah di UIN, sehingga Bapak sebagai seorang hamba yang
diberi titipan oleh Allah, melaksanakan tanggungjawabnya. Bapak juga berkata
bahwa, aku ibarat seorang bayi yang masih umur 5 bulan, sedangkan teman-temanku
sudah berlari kencang. Oleh karena itu, aku harus bisa mengejar teman-temanku
yang sudah berlari kencang, denga berusaha semaksimal mungkin.
Pada
semester 3 dan 4, aku memfokuskan agendaku pada pekerjaan. Aku menjadi guru les
di sebuah lembaga bimbel. Sebenarnya aku senang, tapi terdapat hal-hal yang
membuatku kecewa sebagai seorang tentor. Potongan bimbel tersebut terlalu
besar, yakni 50%. Namun aku menikmatinya saja, aku belajar tentang lembaga
tersebut, mungkin seuatu saat nanti aku bisa meniru usaha bimbel. Murid
pertamaku bernama Mario, dia akrab dipanggil Buyung. Sedangkan murid ke-2 dan
ke-3, aku lupa. Pada semester 5, aku masih menjadi guru les. Tapi aku tidak
melalui lembaga. Aku mengajar Buyung, Putri, dan sepupuku di rumah Yanguti
serta temannya, menjadi 5 orang. Hari-hari pada semester ini begitu sangat sangat
sibuk. Selain kuliah di kampus yang mayoritas 3 sks, setelah itu aku langsung
mengajar dari jam 14.00-20.00 WIB. Bukan main capeknya, apalagi terkadang aku
belum makan siang dan sore. Sehingga, sampai rumah aku langsung makan dan
tidur.
Aku
mengikuti organisasi pertamaku saat semester 1, yaitu HTQ (Haiah Tahfidz
Qur’an), kumpulan orang-orang yang cinta dan ingin menghafalkan Al-qur’an.
Sangat semangat dan antusias sekali saat diklatnya, bahkan aku menjadi peserta
terbaik. Subhanallah, bangga sekali rasanya bisa menjadi orang terbaik. Kemudian
aku juga mengikuti FLP (Forum Lingkar Pena), awalnya ini tak sengaja. Aku hanya
ingin mengikuti seminar saja, ternyata agenda tersebut sekaligus Open
Recruitmen, dan akupun menjadi anggota. Di semester 3 dan 4, rencanaku ingin
mengikuti UKM, namun aku tak sempat mengikuti UKM, karena selalu ada halangan.
Aku ingin mengikuti KOPMA (Koperasi Mahasiswa), tapi ternyata hari diklat
bertepatan dengan tugasku sebagai Sie. Acara di OR FLP, dan ketika aku mengikuti
UKM LKP2M, aku terkendala biaya dan laptop saat itu, mengingat aku harus
bergantian dengan ke-4 saudara dalam menggunakannya. Aku juga sempat mengikuti
diklat JC (Jepret Club) selama 2 hari, dan tidak melanjutkan lagi karena Bapak
dan Mama marah-marah aku pulang sore. Sedih rasanya, belum punya UKM. Aku juga
bukan anggota HMJ (HImpunan Mahasiswa Jurusan), karena tidak lolos seleksi,
tapi aku pernah mengikuti kepanitiaan ospek jurusan, a sebagai pengalaman saja,
pernah mengetahui dan merasakannya. Sebenanya aku ingin menjadi musyrifah
(kakak pembimbing di mabna), tapi aku tidak lolos seleksi, mungkin karena aku
memang bukan background sekolah
agama, dan aku belum bisa bahasa Arab dan membaca kitab.
Di
semester 6 aku menjadi Kader El-zawa, yaitu volunteer di Pusat Kajian Zakat dan
Waqaf UIN Maliki Malang. Aku, teman-teman, dan 2 staff sangat akrab, kami
seperti keluarga. Staff tersebut adalah Ustad Anwar dan Ustad Afif, beliau
berdua sangat baik kepada kami. Beliau mendidik kami, baik bekal spiritual, kampus,
keluarga, dan lain-lain. Ustad Anwar mengajarkan kitab, sedangkan Ustad Afif
mengajarkan ttiba’an. Disana pun, aku belajar arab pegon, benar-benar
mendidikku untuk lebih mencintai Islam, Allah, dan Rasulullah. Aku juga menjadi
volunteer LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Mahasiswa). Au menjadi
volunteer di kecamatan Bululawang. Sangat-sangat banyak sekali pengalaman yang
kudapatkan. Aku belajar menjadi sosok yang sabar dan mengalah, belajar memahami
dan saling menyatukan misi, dan bertindak bukan sekedar formalitas. Aku juga belajar bertanggung jawab dan bersosialisasi
dengan masyarkat kembali. Terdapat pengalaman yang tak terduga, seperti pulang
dari acara PM pukul 00.00 WIB, menaiki menara masjid tertinggi di Bululawang,
yang tangganya hanya 1 dan gelap lorongnya, dan lain-lain.
Pada
semester 6, aku juga mengikuti event
di Bandung, yaitu Nusantara Young Leader Forum (NYLF) 2015. Kegiatan ini adalah
forum organisasi pemuda se-Asean. Aku sangat senang mengiktui agenda ini dengan
segala tantangan, rintangan, dan hambatannya. Mulai dari pengajuan proposal
yang ditolak, naik kereta dari Malang ke Surabaya pukul 03.00, sampai di
Bandung pukul 23.30 WIB yang kemudian luntang-lantung sama teman-teman yang
se-kereta, kemudian makan di kantin Universitas Telkom Bandung yang mahal
sekali harganya. Tak hanya itu, disana aku menikmati pertemuanku dengan
mahasiswa di berbagai universitas dari sabang sampai merauke. Mereka juga orang-orang yang
komunikatif, hangat, cerdas, cakap, dan sangat menginspirasi. Mereka telah
banyak berperan di kampus mereka, ex-change
ke luar negeri, mengajar di daerah pelosok, ingin kuliah keluar negeri
secara gratis, dan lain-lain. Setelah agenda itu, aku juga masih kaya akan
pengalaman terlantar di Bandung, menginap di kos temannnya teman yang baru
bertemu di Bandung, jalan kaki dan naik
angkot sampai 6 kali dan itu hanya aku dan Eka, mahasiswa UMM, kami berdua
menjadi seperti couple dadakan. Hal
ini seperti di sinetron atau FTV, untung saja Eka telah mempunyai pacar, aku
tertawa saja dalam hati. Sampai
sekarangpun aku masih berkomunikasi dengan teman-temanku yang ada disana,
rasanya senang sekali, mempunyai teman se-Indonesia. Alhamdulillah, Allah telah
memberikan manisnya perjalanan setelah pahitnya perjuangan.
Ada
satu hal lagi event yang kulakukan di
semester 6, yaitu menjadi panitia di event
Malang Fashion Day 2015. Agendda ini diadakan oleh sebuah perusahaan dan
bekerjasama dengan mahasiswa-mahasiswa di Malang. kurasakan betul perjuangan
disini. Aku sebagai anggota di bagian marketing, dari 8 anggota beserta
ketuanya, merucut tinggal aku dan ketua devisi saja yang masih berkomitmen
dalam menyelesaikan tugas. aku telah berusaha semaksimal mungkin dalam tugas
ini, meskipun aku tak berhasil mencapai target. Tapi, ada rasa puas dan bangga setelah dapat tetap berkomitmen
dan bertanggungjawa. Betapa tidak, devisi marketing harus menjual 1000 tiket
dengan harga pertiketnya adalah Rp 100.000,00. Hal ini sungguh menjadi
tantangan terbaru dalam aktivitasku. Aku juga dapat merasakan menjadi bagian
dari sebuah event besar. Banyak
pelajaran yang kudapatkan, seperti pemasaran, bisnis, kepemimpinan, sosial, dan
lain-lain.
Singkat
cerita, seiring dengan berjalannya waktu, aku berusaha menjadi orang yang haus
belajar, meski terkadag malas menghampiriku. Akan kuingat jasa orangtuaku yang
telah menguliahkanku mati-matian. Aku tak ingin mengecewakan mereka, aku ingin
segera membahagiakan meraka. Seperti
pepatah, Berakit-rakit ke hulu,
berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, berseneng-senang kemudian. Pada
hakikatnya, semua manusia mempunyai kemauan atau cita-cita. Namun semua itu
bergantung pada usahanya untuk mewujudkan cita-cita itu. Aku teringat
perjuangan Merry Riana dalam bisnisnya. Saat aku membaca buku karangan
Albertine Endah, penulis novel Mimpi Sejuta Dolar, aku benar-benar terkesima
oleh jalan ceritanya yang menceritakan tentang perjuangan gadis untuk memperjuangkan
mimpinya. Merry Riana, siapa yang tak tahu nama itu, kaum muda pastilah tahu,
karena Merry Riana sering diundang untuk menjadi pembicara pada seminar.
Selesai
membaca novel tentang Merry Riana, semangatku untuk meraih kesuksesan pun
membara. Jika kita ingin sukses, lakukan hal itu sekarang. Jangan ditunda.
Maksud dari segera melakukan adalah, kita benar-benar berkomitmen untuk
melakukan segala macam (yang halal tentunya) untuk menggapai mimpi itu mulai
saat ini juga, tidak ditunda-tunda. Tidak malas melakukan hal-hal untuk
berjuang. Karena, segala hal pada saat awal pasti susah. Ibarat seperti menaiki
anak tangga, pada awalnya susah, kita harus menaiki tangga satu demi satu,
melawan gravitasi bumi, dan menahan tubuh agar tidak jatuh. Kemudian ketika
kita sudah melewati anak tangga dan mencapai atas, kita dapat melihat segalanya
dari atas. Atau ketika turun, tidak akan sesulit saat naik.
Begitu
pula perjuangan membuka lembaga bimbingan belajar. Setelah menamatkan buku
Merry Riana, dengan kadar semangat yang masih membara, kumanfaatkan semaksimal
mungkin kondisi yang seperti ini. Segera ku berlari ke dermaga pantai… kucari
kayu, kupotong sekenanya, kubuat perahu dan dayungku berdua dengan-Nya.
Kudekati dan Kurayu Dia, agar sudi membimbing diriku yang tak ingin mendapat
bimbingan selain-Nya. Kukobarkan semangat tuk meninggalkan daratan menuju
samudera.
Aku
terus membawa kapalku berlabuh, mencari pulau yang dapat kusinggahi dan
kutempati. Aku akan terus berjuang, tak kenal lelah. Memang beginilah manusia,
diciptakan untuk berjuang. Berjuang meraih Ridha-Nya dengan warna-warni
kehidupan. Teruslah berjuang kawan, menjadi orang yang bermanfaat. Jadikan
dirimu sebagai sosok yang tak akan meluangkan waktunya dengan hal yang ta
membawa manfaat bagimu. Hidup sekali, hiduplah yang berarti. Aku tak ingin
hidup ini hanya sia-sia dan tanpa arti. Aku ingin hidup yang berwarna dan
menjadi sosok bijaksana agar dapat bermanfaat. Manusia diciptakan bukan untuk
senang-senang, tapi untuk menghamba kepada Allah dengan bermafaat bagi sesama.
Semoga cerita ini menginspirasi. Amin, Allahumma amin.
0 komentar:
Posting Komentar