Jika yang lain memanggilnya Ayah, aku memanggilnya Bapak
Bapak,
seseorang yang sangat kucintai, dia begitu hebat. Dia selalu memberiku wejangan
dan nasihat. Dia selalu membantuku. Dia selalu mengantarku. Dia tak ingin aku jatuh.
Dia memarahiku ketika aku lalai.
Bapak yang lulusan SNAKMA,
Bapak yang harus banting tulang menghidupi kelima anaknya, Bapak yang selalu
bertanya-tanya bagaimana rasanya kuliah, dan salah satu yang membuatku bangga,
Bapak tidak merokok.
Bapak, selalu ada ketika aku
meminta. Membetulkan lampu listrik yang mati, sepeda motor,
jemuran, dll. Bapak, selalu menasehatiku
agar selalu semangat dalam mencari ilmu.
Meskipun dari dahulu aku tak pernah ranking 1, tak pernah juara keals, tak
pernah menjuarai apapun, tapi bapak yakin, bahwa aku mempunyai potensi dan
bakat, yaitu “DAGANG”. Aku ingat, saat itu, aku sedang mengisi form data diri
di SMP. Aku bingung, apa bakatku, dan bapak pun mengatakan bahwa bakatku adalah
Berdagang. Aku awalnya malu, ya malu, karena pada saat itu, bakat pasti identic
dengan olahraga, musik, dll. Jujur itu kukatakan, tapi aku juga memang senang
berdagang. Sejak kecil, mungkin sejak kelas 1 SD, dan masku selalu dipaksa ibu
untuk membantu “nglocopi kacang”, ini
adalah kegiatan memisahkan kacang tanah dari kulitnya dengan air panas. Hal ini
sangat membosankan, menurutku ketika itu. saat kelas 2 SD, entah karena apa,
saat itu, mama memintaku untuk berjualan kerupuk, hasilnya nanti bisa ditabung.
Saat itu, aku ingat, aku membawa 12 plastik berisi kerupuk. Kemudian saat aku
masuk ke sekolah, ada salah satu temanku yang mencemo’oh, dan aku sempat malu.
Dia pun membeli 1 bungkus, lalu berkata, “Enak ternyata, aku beli lagi”, kata
dia sambil memberikan uang. “Huuuu…. batinku”. Harga kerupuk itu Rp 100,00.
Saat itu, uang sakuku saja Rp 300,00. Zaman itu memang nilai rupiah kecil,
meskipun jika 1 dolar mendapat tukar Rp 8000,00. Hari itu, kerupukku habis, dan
aku senang sekali, aku masih ingat, saat itu, mama memasukkan uang Rp 1.200,00
itu ke celengan bebek. Maka, sejak itu aku selalu mempunyai barang untuk
dijual, entah itu kerupuk, kacang, mi goreng, dan lain-lain. Hm, lanjut ke
topic tentang bapak.
Bapak, itu hebat, memiliki berbagai
macam pekerjaan, petenakan, perkebunan, perdagangan,
aktivis,dan olahragawan. Pekerjaan utama
bapak adalah sebagai karyawan peternakan di PT. Wonokoyo Batu. Bapak dulu
pernah bercerita bahwa sejak usia 19 tahun, bapak sudah resmi menjadi karyawan
di peternakan tersebut sampai sekarang (2015). Posisi bapak sebagai bagian
pengawas, gajinya sekarang sebesar Rp 2000.000, 00/bulan, entah kalau
dahulu. Dalam dunia peternakan, bapak
diibaratkan sebagai Profesor Ayam. Ini jelas, semua anak buahnya sudah
mengakuinya. Aku ingat, dulu waktu aku TK, aku beranggapan bapak adalah dokter
ayam, hal itu membuatku ingin menjadi seperti bapak, aku ingin menjadi dokter. Hal
itu kubuktikan, saat karnaval 17 Agustus-an, aku memakai seragam dokter.
MasyaAllah, aku senang sekali waktu itu, meskipun orangtua tidak ada yang
mengantarku, dan tidak ada juga foto saat itu. OMG, aku benar-benar sedih jika
mengingatnya. Tapi bagaimana lagi, toh itu juga masa lalu. Aku ingat, dulu,
bapak selalu menunjukkan truk PT. Wonokoyo. “Itu
truk wonokoyo nis, coba tengok, ada bapak atau tidak..”, selalu seperti itu
bapak berkata padaku saat melihat truk Wonokoyo. Sampai sekarangpun, jika aku
melihat truk itu, aku selalu menengoknya. Sekarang, bapak juga telah menyambi
beternak ayam di tempat lain. Subhanallah, aku hamper menangis jika mengingat
hal ini. Bapakku, begitu kuatnya …
Dibelakang
rumah, terdapat lahan tanah kosong. Bapak menyayangkan lahan kosong tersebut.
Beliau memulai berkebun. Aku ingat, dulu bapak pernah menanam kacang tanah,
cabai rawit, jagung, bawang merah, dan pernah juga wortel. Hasil kebun itu
terkadang untung, terkadang juga lebih banyak ruginya. Tapi bapak selalu
senang, selalu semangat, dan selalu yakin, bahwa perkebunan itu akan
menguntungkan dan memberi manfaat. Aku ingat, jika berkebun kacang tanah, aku
menanam kacang itu, menyiangi dari rumput-rumput liar, memanen, mengeringkan,
mengupas, kemudian menanamnya lagi. Begitulah siklusnya. Ketika berkebun cabe
rawit, aku menyiraminya, menyiangi dari rumput, memanen, dan menjualnya. Ketika
berkebun jagung, malah selalu rutin kegiatannya, dari mulai menanam, memupuk 2x
seminggu, menyiangi dari rumput, memanen, mengupas, mengeringkan, kemudian
menanamnya lagi, begitulah seterusnya. Sedangkan berkebun bawang, jarang sekali
bahkan mungkin hanya 2 atau 3 kali. Karena selalu gagal. Kalau ditanya malas melakukan semua itu, Ya,
sering. Aku sering malas sekali
melakukan aktivitas-aktivitas ini. Tapi mau bagaimana lagi, bapak tidak mungkin
melakukannya sendirian. dan aku sebagai anak juga sadar, bahwa hasilnya juga
untuk kami sendiri. Terkadang bapak juga mentraktir bakso setelah selesai
memupuk tebu dan jagung. Nasihat penting dari berkebun menurut bapak adalah
sebagai berikut : Bapak pernah bertanya,
seperti ini, “Kamu tahu nis, kebanyakan anak sukses itu, orangtuanya adalah
petani atau pekebun. Kamu tahu kenapa? ”, “Tidak tahu pak, kenapa pak? ”
jawabku langsung tanpa berfikir. “Karena petani dan pekebun itu, shodaqohnya
langsung bisa bermanfaat dan digunakan, tidak korupsi. Petani atau pekebun itu
pasti menshodaqohkan hasil tani dan kebunnya. Ke keluarganya, ke tetangga, ke
orangtuanya, sanak-saudaranya, dll. Insyaallah, hal ini lebih barokah”, jawab
bapak dengan bangga. Hm, mungkin itu termasuk hal yang mendorong bapak
untuk berkebun. Dan itu meang benar menurutku, karena bapak tdak perlu
merugikan orang lain seperi korupsi waktu, dll.
Bapak, seorang pedagang
juga di tempat kerjanya. Bapak menjual kacang bawang, kopi yang dibungkus oleh
mama, dan rokok. Jika aku menceritakan yang sebenarnya, sesungguhnya bapak
sangat berjuang sekali dalam perdagangan ini. Apalagi perihal modal. Hal itu
membuatku sedih dan tak tega. Namun, tak semuanya buruk, ada enaknya, tempat bapak kulak, orang cina
yang baik. Jika bapak mengajak anaknya kesana, juragan cina itu akan royal
memberikan jajan atau eskrim, seperti cornello, cornetto. Ketika hari raya
menjelang tiba pun, juragan cina memberi persenan untuk bapak. Banyak sekali
pemberian itu. namun, seiring berputarnya waktu, akhirnya bapak tidak
melanjutkan perdagangan. Karena ada suatu hal yang pahit tadi, yang membuat
bapak tidak bisa melanjutkan aktivitas mengasyikkan tersebut.
Bapak seorang aktivis,
karena itulah, temannya banyak sekali. Sekilas, nama bapakku sepertinya
terkenal. Hehehehe. Aku ingat, dulu bapak menjadi bendahara mushola Al-Ikhlas,
lalu menjabat apa gitu di RT, dan juga menjadi Ketapel acara 17 Agustus-an di
RW. Dahulu, semua begitu mengasyikkan. Orang-orang di tempatku aktif dan
kreatif. Sering menjadi juara pada acara 17 Agustus-an. Tapi, yang lebih
membuat asyik adalah kegiatan-kegiatan yang selalu saja ada ketika bulan
Agustus. Seperti sepeda hias, lomba antar RT, karnaval, jalan sehat, lomba di
lingkungan RT, dll. Bapak selalu aktif menjadi panitia pada acara-acara
tersebut. Sekarangpun, bapak menginisiasi warga di RT agar terjadi regenerasi
dengan mengadakan rapat karang taruna untuk 17 Agustus-an.
Bapak seorang olahragawan,
karena memang gemar berolahraga. Setiap hari Selasa dan Jum’at, bapak bermain
badminton di suatu stadion, yang terkadang berpindah-pindah. Dahulu, aku sering
diajak, aku senang sekali, selain belajar, aku sering dibelikan mie ayam. Hm,,
itu hal yang sangat beruntung sekali, saat itu.
Bapak tak pernah libur, dahulu.
Ketika libur dari hari kerja,bapak selalu saja ada acara. Mengerjakan
perkebunan, peternakan, hubungan dengan teman, mengantarkan belanja anak dan
istri, pergi kerumah orang tua, membantu oranglain. Intinya, dulu, meskipun
libur kerja, tapi intinya taka da liburnya.
Bapak selalu rajin beribadah.
Bapak sering memaksa anak-anaknya agar solat berjamaa di mushola. Hal ini
sungguh membuat malas, tapi akhirnya aku terbiasa. Ketika masih kecil dulu, aku
disuruh mengaji di rumah tetangga lulusan STAIN bersama Mas Dika. Sejak kecil, bapak juga yang membiasakanku
untuk berpuasa senin dan kamis. Sejak kelas 2 SD, bapak sering mengajakku
puasa, kemudian memberiku uang Rp 1000,00. Kami biasanya sahur dengan mie
rebus. Hampir tiap kali sahur, menu kami adalah itu. Bapak juga sering
memberiku wejangan-wejangan tentang agama. Bahkan banyak sekali hal-hal yang
tak kutahu, tapi bapak tahu. Bapak sungguh sosok yang religius dan taat
beragama. Bapak benar-benar mengajakku kepada jalan yang benar. Bapak melarang
aku untuk pacaran dan saat SMA memaksaku
untuk memakai jilbab. Ketika aku pertama kali mempunyai Hp, yaitu saat kelas 1
SMA, Bapak sering memeriksa hp ku. Bapak tegas, dan jarang sekali mengizinkanku
menginap di rumah teman, bahkan bisa dibilang tak pernah. Bapak senang sekali
aku diterima kuliah di UIN MALANG jurusan PAI. Bapak berharap, aku bisa belajar
agama lebih, karena bapak merasa belum banyak memberikan ilmu agama. Bapak memp
Bapak mempunyai cita-cita suci ingin
sekali melakukan Ibadah Haji. Bismillah, hal itu
bukanlah hal yang mustahil. Insyaallah, aku akan selalu berdo’a untuk bapak,
agar Allah meridhai bapak untuk melaksanakan ibadah tersebut dan menyempurnakan
rukun islam. Meskipun jika Allah belum meridhai,, ketika kita sudah berniat dan
berusaha, Allah sudah tahu dan akan mencatat amalan tersebut. Allah Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang.
Bapak adalah orang yang
berpandangan luas. Bapak ingin menyekolahkan anak-anaknya
setinggi-tingginya. Masku, Mas Dika, anak yang pintar, sering mendapat juara
kelas. Bapak sangat bangga padanya. Mas Dika juga diterima di UNIBRAW Malang.
Bapak juga pernah menkhursuskan Mas Dika di PRIMAGAMA. Sedangkan aku, pernah
les Bahasa Inggris selama 2 tahun, dan bapak selalu stia, bangga, dan senang
mengantar dan menjemputku. Bapak ingin berusaha semaksimal mungkin bertanggung
jawab memberikan ilmu kepada anak-anaknya.
Bapak adalah orang cerdas.
Aku percaya dan yakin itu. Dahulu, bapak sering membantu mengerjakan PR
matematika hingga larut malam. Bapak berusaha semaksimal mungkin membantuku.
Bapak juga selalu bermain logika ketika aku bertanya. Aku memang sering bertanya
kepada bapak. Dahulu, aku anak yang paling kepo tapi bapak selalu bisa
menjawabnya.
Bapak selalu mengajariku untuk
menjaga kebersihan. Sejak kecil, jika kamarku berantakan,
rumah berantakan, selalu aku yang pertama kena semprot, selalu aku yang mebersihkan,
selalu aku, dan selalu aku. Namanya juga masih kecil, aku sering menangis dulu
ketika dimarahi. Tapi hal itu berbuah manis sekarang. Aku menjadi orang yang
sensitive dan selalu menjaga kebersihan. Aku tak suka kamar yang berantakan,
dan rumah atau ruang yang seperti itu.
Ketika
hari raya Idul Fitri, pada saat malam takbiran, bapak sering mengajak keliling,
melihat situasi-siatuasi ditempat lain. Bapak juga pernah dulu antusias melihat
kembang api di Kota Batu, kemudian mengjak refreshing bersama Mas Dika atau
Tyas. Ah, masa-masa itu sungguh mengasyikkan. Terkadang jika pergi ke pasar,
bapak mengajakku. Ah, benar-benar mengasyikkan saat itu. teringat juga dulu,
ketika ke rumah yanguti naik angkot, bapak terkadang mengajak jalan sedikit,
kemudian membelikan gorengan yang enak banget. Sampai sekarang pun kadang aku
masih mebelinya.
Bapak selalu berkata, bahwa semua
hal itu ada ilmunya, yang tidak semua sekolah akan
mengajarkan hal itu. Sehingga ilmu ada diman-mana, karena semua itu ada
ilmunya. Jadi semuanya itu perlu belajar.
Setiap
bapak, pasti hebat. Fitrah mereka,
adalah orang yang kuat dan diciptakan untuk melindungi. Tanggung jawab
yang dipikul didunia dan di akhirat membuat mereka selalu berhati-hati dalam
melindungi istri dan anak-anaknya. Mereka ingin anaknya hidup lebih baik dari
dirinya. Aku akan selalu mengingat
nasihat-nasihat bapak, dan Insyaallah akan selalu berdo’a untuk bapak. Karena
kita tidak akan pernah bisa membalas budi orang tua kita. Never
and never…
0 komentar:
Posting Komentar