SERIBU MIMPI SEJUTA AKSI



SERIBU MIMPI SEJUTA AKSI
Oleh : Anissia Lailatul Fitri (12110087)
sebagai tugas mata kuliah "Pendidikan Jurnalistik"

Bermula dari tuntutan, kita dapat berubah dan mengubah. Kita dapat bergerak dan melangkah. Seperti kisah ini pun, akan melangkah dari tuntutan mahasiswa yang mengambil mata kuliah Pendidikan Jurnalistik, dan diwajibkan untuk membuat life story oleh sang guru. Kisah ini akan bermula dari awal, namun tak akan detail dan tepat, karena kisah ini hanya cuplikan dari pengalaman-pengalaman selama 21 tahun hidup di dunia yang fana ini. Karena itulah, mungkin dengan adanya tuntutan, kalian dapat mewujudkan keinginan kalian.
Mimpi, aku mulai mengenalnya saat aku membaca novel “Sang Pemimpi”, kaya Andrea Hirata. Pada novel itu, tokoh sng pemimpi adalah Arai, saudara dari Ikal (Andrea Hirata) yang telah menjadi yatim piatu sejak SMP, dan kemudian bersekolah dengan Ikal hingga SMA, kemudian kuliah di Jawa. Mereka berdua tak hanya bertahan sebagai mahasiswa, api juga bertahan di kerasnya kehidupan dengan bekerja dan bermimpi dapat belajar ke luar negeri. Mimpi itupun akhirnya dapat tergapai dengan usaha, kerja keras, doa, dan harapan. Arai berkata, “Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu”, dan aku percaya dengan kata-kata itu. Aku membaca novel ini ketika di bangku SMP kelas 2. Bahkan, novel itupun pernah disita oleh guruku ketika ada agenda razia di sekolah.
            Mimpi, manusia memang harus bermimpi. Dengan mimpi itu, manusia dapat terus hidup dengan lebih baik. Manusia akan mempunyai harapan dan do’a, dengan begitu manusia akan selalu mendekatkan diri kepada Allah, karena mereka akan meminta agar mimpi tersebut dapat dikabulkan. Tak hanya itu, dengan adanya mimpi, kita akan termotivasi dan berusaha serta yakin pada diri kita sendiri dan segera  real action untuk mewujudkan mimpi itu. Ketika  kita  yakin  dengan  diri  kita  sendiri,  terus  berjuang  untuk mewujudkan mimpi tersebut, maka semuanya hanya masalah waktu saja. Bukankah Tuhan tak pernah tidur? Bukankah tidak ada yang lebih adil dari Tuhan?  Bukankah  Dialah  yang  Maha  Pengasih  dan  Penyayang?  Terus, kenapa harus takut bermimpi dan percaya kepada diri sendiri?. “If you take responsibility for yourself, you will develop a hunger to accomplish your dreams.” ~ Les Brown

            Cerita inipun tentang mimpi, mimpi seorang gadis lugu yang terkadang kasar dan cuek tapi sebenarnya berhati hello kitty, seorang gadis yang haus akan pengalaman, dan seorang gadis yang selalu ingin melakukan sesuatu untuk kebermanfaatan banyak orang. Itulah mimpiku sekarang.  Aku yakin, dan harus yakin, bahwa mimpi akan menjadi nyata. Karena sejatinya, mimpi adalah do’a. Cerita ini akan kumulai dari awal, dimana latar belakang sangat berpengaruh terhadapa kepribadian seseorang. Ketahuilah kawan,  tak ada sesuatu yang instan didunia ini. Semua pasti ada proses, karena itulah yang membuat seseorang sukses. Meski aku belum sukses,  tapi aku terus berupaya menjadi orang sukses. Hal ini kulakukan sebagai tanda bahwa aku sangat bersyukur kepada Allah, Rabb yang dengan Rahman dan Rahim-Nya memberikanku kehidupan yang sangat berwarna dan sangat menarik. Sukses bukanlah untuk kita, tapi untuk orang lain. Semoga menginspirasi, dan tetap bersyukur di berbagai kondisi.
Man Jadda, Wa Jadda.

Masa kecil adalah masa yang paling indah. Masa dimana segalanya harus ada  pada waktu yang diinginkan,  masa dimana pengalaman dan pendidikan tentang kehidupan diperoleh untuk pertama kali dari orangtua, dan masa yang kita tak tahu kenapa kita tak merasakan beban atau masalah, hanya bermain, bermain, dan bermain. Masa ini berada pada rentang umur 7-12 tahun.  Oleh karena itu, masa kecil akan selalu dikenang dan selalu diinginkan untuk kembali.  Sedikit bertolak dari teori tentang masa kecil tersebut, masa kecilku kulalui dengan sedikit warna yang berbeda.  Aku memiliki 3 orang adik dan 1 kakak. Adik pertamaku, lahir pada tahun 1997, yaitu ketika aku berusia 3 tahun. Tak ingat pastinya, adikku sejak kelahiran memiliki penyakit kelainan usus, yang menyebabkan dia rentan terhadap penyakit diare. Karena itulah, aku sering dititipkan oleh orang tuaku kepada tetangga atau sanak saudara terdekat. Hal ini membuatku terbiasa hidup dengan orang lain, diluar keluarga. 

Sebagai anak kecil pada umumnya, menginginkan sesuatu adalah hal yang wajar, seperti mainan, makanan, baju, atau alat-alat sekolah. Tapi hal tersebut tidak terjadi pada masa kecilku, mengingat pada saat itu, ekonomi keluarga yang masih sulit, ditambah dengan adikku yang sakit-sakitan. Ketika aku menginginkan sesuatu, aku harus membeli sendiri. Selain dari uang saku, biasanya, uang tersebut adalah uang sangu hari raya atau keuntunganku dalam berbisnis. Ya, aku berbisnis sejak SD, tepatnya kelas 2 SD. Sejak kecil, mungkin sejak kelas 1 SD, dan masku selalu dipaksa ibu untuk membantu “nglocopi kacang”, ini adalah kegiatan memisahkan kacang tanah dari kulitnya dengan air panas. Hal ini sangat membosankan, menurutku ketika itu. saat kelas 2 SD, entah karena apa, saat itu, Mama memintaku untuk berjualan kerupuk, hasilnya nanti bisa ditabung. Saat itu, aku ingat, aku membawa 12 plastik berisi kerupuk. Kemudian saat aku masuk ke sekolah, ada salah satu temanku yang mencemo’oh, dan aku sempat malu. Dia pun membeli 1 bungkus, lalu berkata, “Enak ternyata, aku beli lagi”, kata dia sambil memberikan uang. “Huuuu…. batinku”. Harga kerupuk itu Rp 100,00. Saat itu, uang sakuku saja Rp 300,00. Zaman itu memang nilai rupiah kecil, meskipun jika 1 dolar mendapat tukar Rp 8000,00. Hari itu, kerupukku habis, dan aku senang sekali, aku masih ingat, saat itu, mama memasukkan uang Rp 1.200,00 itu ke celengan bebek. Maka, sejak itu aku selalu mempunyai barang untuk dijual, entah itu kerupuk, kacang, mi goreng, dan lain-lain. Aku memiliki kakak laki-laki yang selalu ranking 1, namanya Mas Dika. Sejak kelas 1 SD, Mas Dika selalu ranking 1 dan sering mendapat hadiah dari Om Dwi, adik Bapak yang bekerja di Kalimantan atau Om Doso, adik ipar Bapak yang juga berkerja disana. Jujur saja kawan, aku iri dengan Mas Dika yang sering mendapatkan hadiah atau traktiran, tak apakan iri dalam hal kebaikan ?. Alhamdulillah, meski tidak seperti Mas Dika yang selalu ranking 1, aku sering mendapatkan ranking 6 dikelas. Setidaknya, sering masuk 10 besar dapat membahagiakan orangtuaku. 
Aku ingat sekali saat-saat kecil dulu, jika beli bakso, Mama memberikan uang Rp 500,00 yang nanti akan mendapatkan 1 tahu dan 1 syomai, kemudian aku mengambil kuah yang banyak. Lalu ketika aku ingin sekali beli jajan, tapi tak ada uang, akhirnya aku bersih-bersih rumah, kemudian mengumpulkan barang-barang bekas yang kujual ke tukang rombeng. Bahkan, terkadang aku mencari-cari uang receh yang jatuh dikolong meja, atau di dalam kursi yang bolong. Amboi, jika mengingat masa-masa itu rasanya ingin menangis dan tertawa saja.
 Aku sering mengikuti Mas Dika saat main bersama dengan teman-temannya. Bermain kelereng, monopoli, gobak sodor, petak umpet, bentengan, dan bakar-bakar singkong atau jagung. Kami memiliki 2 kelompok bermain, yaitu yang ada di daerah rumah kami, dan di lingkungan rumah nenek kami, di Pulosari, Blimbing, Kota Malang. Ketika libur tiba, kami bermain sampai malam hari. Terkadang, kami bermain di sawah dan di sungai belakang rumah kami, atau mencari buah cerri di daerah perumahan, bahkan mencari undur-undur pun adalah hal yang tak jarang kami lakukan.  Terkadang, aku juga bermain dengan teman perempuanku. Teman yang dekat dengan rumah namanya Virdi, Molek, dan Tika. Aku sering bermain dengan Virdi. Banyak hal yang dulu selalu kita lakukan. Apalagi ketika bulan Ramadhan. Kami sering jalan-jalan pagi sejak selesai solat subuh, mencari laron ketika musim hujan, dan bermain bersepeda. Namun, sejak SMP, kami jarang lagi bermain bersama. Sedangkan teman disekolah, aku mempunyai teman yang sampai sekarang pun aku tetap bersahabat, namanya Milla.
Ketika bulan Agustus, aku dan teman-teman  ikut berpartisipasi dalam merayakannya. Kami megikuti lomba, sepeda hias, gerak jalan, menonton karnaval, menari untuk menjadi pengisi acara ketika malam puncak.  Pernah pada suatu moment, aku  menang pada semua lomba yang diadakan. Untuk sepeda hias, aku memakai sepeda kecil warna hitam. Sepeda yang sangat kecil, namun aku tak pernah malu memakainya. Mungkin biasanya dipakai oleh anak kelas 1 atau 2 SD, sedangkan pada kelas 6 SD pun aku masih memakainya. Event gerak jalan adalah event yang selalu kutunggu. Karena biasanya, aku akan berjalan kaki memutari perumahan yang ukurannya km. Kemudian Bapak akan memberikan kupon untuk membeli jajan yang ingin kami makan. Biasanya, Bapak akan memberikan kupon yang cukup untuk membeli 1 makanan dan 1 minuman. Namun, hal tersebut berbeda sekali dengan saat aku di sekolah. Aku tak pernah diberi kesempatan oleh sekolah untuk mewakili pada kegiatan perlombaan. Aku sedih sekali, karena aku ingin mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut, seperti Jambore Pramuka, lomba keolahragaan, gerak jalan, bahkan, menjadi petugas upacara bendera pun aku tak pernah.
Masa kecil adalah masa pembentukan karakter seseorang.  Aku bahagia dengan masa kecil yang penuh dengan usaha.  Berusaha untuk mandiri, berusaha menahan keinginan, dan berusaha untuk berjuang agar mendapatkan apa yang kuinginkan. Hubunganku dengan orangtua  juga harmonis. Aku lebih menghormati dan menyayangi mereka. Hal itu disebabkan karena ketika aku tinggal dengan oranglain, bagaimanapun keadaannya, aku merasakan  bahwa tinggal dengan orangtua adalah yang terbaik, masakan Mama adalah masakan terenak, dan rumah yang ditempati adalah tempat ternyaman untuk beraman dan mengistirahatkan tubuh. Demikianlah pengalaman dan pembelajaran yang kudapatkan dari masa kecilku.

Masa remaja dimulai ketika aku masuk SMP, atau rentang umur 13-16 tahun. Masa ini adalah masa yang mungkin sedikit kusesali, karena saat itu aku terpuruk dalam kesedihan. Aku sedih karena tidak bisa bersekolah di Kota Malang. Berdasarkan rumor saat itu, hal tersebut terjadi karena sistem pemerintahan yang rusuh. Terdapat banyak aksi suap-menyuap pada saat tes seleksi siswa yang bersekolah di Kabupaten untuk bersekolah di Kota. Padahal, aku mempunyai mimpi yang sampai sekarang masih ingin kugapai. Aku ingin bersekolah di SMPN 3 Malang. Tempat Mas Dika menuntut ilmu. Aku mencintai sekolah tersebut sejak Bapak mengajakku kesana pada saat ambil rapot. Tapi, yang paling berkesan adalah saat aku menghadiri kegiatan pameran yang dilaksanakan oleh siswa-siswi disana. Keren dan menakjubkan sekali pameran saat itu. karena nilai-nilaiku saat tes seleksi sangat anjlok, akhirnya aku bersekolah di SMPN 1 Karangploso. Meskipun aku masuk di kelas unggulan, aku melewati hari-hariku dengan tidak bersemangat. Walhasil, nilai-nilaiku pun anjlok jika dibandingkan dengan nilai-nilai teman-temanku. Alhamdulillah, hal ini tidak berlangsung lama, kurang lebih hampir 1 semester.
Untuk kegiatan berorganisasi, di SMP inilah aku memulainya. Aku mengikuti kegiatan ekstrakulikuler dan menjadi anggota tetap Pramuka.  Aku yang sudah menjadi kakak senior, menjadi panitia pada saat Persami kelas VIII. Disitulah aku merasa enjoy dengan berorganisasi, karena banyak sekali hal-hal yang kudapatkan, seperti mempunyai banyak teman, baik itu yang seangkatan atau kakak tingkat, dan juga guru-guru atau pembimbing senior, dituntut untuk bertanggungjawab dan memimpin  adek junior yang sedang mengikuti Persami, dan kegiatan-kegiatan menyenangkan lainnya.
Bersekolah di SMP yang bukan keinginanku merupakan takdir indah dari Allah. Ketika berangkat sekolah, aku dibonceng Bapak yang bekerja di Kota Batu. Setiap pagi pukul 05.30, Bapak harus sudah berangkat dari rumah, karena harus mampir ke Pasar Karangploso untuk membeli barang dagang secara grosir. Jarak Pasar Karangploso dan sekolahku cukup dekat, aku selalu berjalan kaki dari Pasar Karangplos ke sekolah. Sebelumnya, pada saat kelas 6 SD, aku mengatakan kepada Mama, bahwa aku ingin membuka toko kecil-kecilan. Alhamdulillah, hal itu terlaksana. Berbekal uang sisa hari raya, aku pun segera membeli barang-barang yang dapat kubeli di pasar. Tak hanya itu, aku juga membeli minyak tanah 20 liter yang kujual secara ecer. Alhamdulillah, dari hasil toko ini 3 tahun selama aku di SMP dapat membantu memenuhi kebutuha-kebutuhan seperti alat tulis, buku, kamus Alfalink dan lain sebagainya. Selain itu, dengan nasihat dan tuntunan dari Mama dan Bapak aku dapat membeli kalung emas 3 gr. “Kamu harus mempunyai suatu investasi dari hasil usahamu ini nis, belikan saja emas, karena harganya semakin lama akan semakin naik. Tapi jangan dijual kalau benar-benar tidak pada situasi yang mendesak”, kata Mama. 
Satu barang yang sangat kuinginkan tapi tak dapat kubeli adalah Handphone. Saat SMP, Handphone sudah begitu familiar. Aku pun ingin memilikinya. Namun, selain tak mau membelikan, Bapak juga tak mengijinkan. Satu-satunya orang yang memiliki Handphone dirumah hanyalah Bapak, itupun biasa. Terkadang aku dan Mas Dika berebutan untuk meminjamnya. Karena terlalu inginnya memilji Handphone, sampai-sampai aku mengoleksi gantungan Handphone yang lucu-lucu. Sebenarnya aku telah berencana membeli Handphone, tetapi saat uang sudah terkumpul Rp 500.000,00,  Bapak menasehatiku ntuk membeli kamus Alfalink. Setelah kupikir-pikir, aku pun menyetujuinya karena kamus saat itu memang penting untuk digunakan mengingat aku terkadang juga berebut kamus denga Mas Dika. Akhirnya, kuputuskan untuk membeli kamus Alfalink yang terbaik saat itu. Kamus tersebut bukan hanya dapat menerjemahkan, tetapi juga dapat memberikan contoh, menyimpan notes, dilengkapi dengan sistem suara untuk belajar percakapan, dan fitur-fitur yang lain.
Adanya tuntutan untuk berangkat pagi dan keadaan di kelas, membuatku mempunyai ide untuk berjualan snack di kelas.  Awalnya aku sedang membawa barang-barang yang kujual di toko, ada snack, gula, tepung, MSG, dll yang kubawa ke sekolah. Dikelas, saat pelajaran berlangsung, ada seorang teman yang memberiku kertas dan uang. Ternyata kertas itu beris memo dari dia, ingin membeli snack yang kubawa. Aku pun memberikan barang daganganku kepadanya. Sejak itulah aku mulai berjualan di kelas.
Pada masa ini aku masih kurang bisa berpartisipasi dalam hal kegiatan berorganisasi. Aku masih belum terpilih oleh wali kelas untuk mengikuti seleksi OSIS. Padahal, sesungguhnya aku ingin ikut, hanya saja wali kelas belum memilih. Terpaksalah aku hanya sekedar sekolah saja. Entahlah, aku belum berani mengajukan diri. Tapi, bila aku ditunjuk oleh wali kelas, aku akan siap-siap saja untuk mengikutinya. Beginilah mungkin, aku hanya bersekolah. Saat ekstrakulikuler pun, hanya sebatas formalitas.
Lulus dari SMP, nilai UN yang berhasil kuperoleh tidak rendah dan juga tidak tinggi, sedang-sedang saja. Awalnya aku ingin bersekolah di SMK Telkom Sandiputra Malang, namun karena biaya sekolah yang sangat menjulang, aku akhirnya mendaftarkan diri di SMKN 5 Malang. aku ingin segera bekerja, biarah mungkin ijazahku SMK, tapi aku bisa segera sekolah dan segera bekerja untuk membantu Bapak bekerja menyekolahkan adik-adik. Aku mengambil jurusan Rekayasa Perangkat Lunak. Sesungguhnya, aku tak tahu jurusan apa itu, aku hanya mengawur kita ditanya saat wawancara. Aku benar-benar tidak mencari tahu terlebih dahulu tentang  jurusan yang ada di sekolah tersebut.

 Akhirnya aku masuk di kelas RPL 2. Rekayasa Perangkat Lunak adalah mata jurusa yang mengajarkan tentang membuat software untuk computer. Dapat berupa program aplikasi, web, beserta basis datanya. Jurusan inilah yang melahirkan para hacker. Pembelajaran RPL berlangsung dengan kurang jelas. Jujur ini kukatakan, karena guru-guru hanya memberikan contoh program. Kemudian menyuruh kita untuk mengetik script itu agar dapat menjadi program yang ada di computer.   Saat itu, sebagai siswa pada umumnya, akan sangat senang apabila hanya mencopy scipt, bukan membuat script sendiri untuk dijalankan. Sehingga, tak terasa aku tak pernah bisa berfikir tentang script. Aku hanya mencontoh script yang diketik oleh guruku. Itulah kenapa meskipun aku jurusan informatika, tapi aku sama saja dengan anak lainnya. Andaikan aku tahu sejak awal, aku akan benar-benar belajar. Apalagi saat di sekolah aku banyak bertanya ke kakak senior, tidaj berfikir sendiri bagaimana membuat script untuk program.
Namun, aku segera bangkit, aku kemudian belajar sendiri dengan meminjam buku kepada senior. Sayang sekali, ujian kembali datang. Saat aku dibelikan laptop, Mas Dika pun ingin pula menggunakannya. Akhirnya aku tidak dapat belajar banyak. Hanya info-info penting yang dapat kupelajari. Itu pun, saat ini aku juga lupa. Belajar informatika memang mudah jika dilakukan dengan serius dan berkelanjutan. Namun, sulit pula jika jarang dipraktekkan. Saat itu aku bingung dan sedih, karena tidak dapat belajar dengan maksimal. Tapi, aku tidak ingin sekolahku seperti saat di SMP. Setiap ada waktu luang, kugunakan untuk membaca, belajar script, mengkoding, belajar komputer , dan lain-lain. Di sekolahku, semua mata pelajarna umum masih kudapatkan, seperti kimia, biologi, fisika, sejarah, sosiologi, ekonomi, geografi, dan lain-lain. Ini mah SMA plus SMK, batinku.
Pada tingkat SMK ini, aku juga menjadi anggota OSIS. Menyenangkan sekali, aku dapat belajar banyak tentang organisasi, mengadakan event, mempunyai banyak teman, dan lain-lain. Aku juga mengikuti M-teens OSIS Community, yaitu perkumpulan OSIS SMA dan SMK se-Malang Raya yang diadakan oleh Radar Malang, Jawa Pos. kegitan ini diadakan setiap 2 minggu sekali. Kau tahu kawan, sangat menyenangkan  perkumpulan itu, aku berkenalan banyak teman dari sekolah lain yang menginspirasi. Kemampuan berkomunikasi mereka yang elegan juga membuatku lebih belajar lagi tentang public speaking. Kegiatan yang telah kita lakukan adalah UN 100% JUJUR, mengajak anak sekolah yang sedang ujian untuk jujur, sayang saat itu di sekolahku ada kegiatan, jadi aku tidak bisa ikut kegiatan itu. Acara yang juga kami adakan adalah event Putri Kartini M-Teens 2010 dan Ulang tahun MOC yang pertama. Sayang seribu sayang, aku hanya dapat mengikuti agenda rapat saja. Saat hari H, aku selalu saja tak dapat berpartisipasi. Kau tahu apa alasannya kawan, alas an klasik, aku tak boleh sering-sering keluar rumah oleh orang tuaku. Hari libur, harus digunakan untuk membantu orang tua. Hm, aku tak pernah keberatan membantu orang tua, tapi aku juga sangat kesal jika aku tak dapat mengikuti kegiatan-kegiatan yang bermanfaat seperti event-event tersebut. 
Saat di SMK, aku mulai berjualan pulsa. Setelah akhirnya bertahun-tahun aku menabung untuk membeli HP, akhirnya kesampaan juga. Ketika itu aku mempunyai uang Rp 500.000, aku sudah tak sabar lagi untuk mempunyai HP dan berjualan pulsa. Aku kemudian meminta kepada Bpak agar mengantarkanku membeli HP second yang murah, bagus, dan tetap berkualitas. Aku mengajak Bapakku ke Klenteng, tempat barang-barang bekas yang asih super murah. Aku, Bapak, dan Mas Dika, bersama-sama pergi ke Klenteng. Mas Dika juga akan membeli HP. Aku dan Mas Dika memang senasib, belum mempunyai HP. Jadi teringat, dahulu, ketika Bapak membeli HP, hanya radio saja  yang ada,  membuat ku dan Mas Dika sering berebut menggunakannya. Terkadang, diam-diam mengambil dari tas Bapak, kemudian mengganti dengan sim card ku sendiri. Hahaha, sungguh masa-masa yang membekas di hati. Kembali lagi ke cerita awal, jadi setelah kami tiba di Klenteng, kami pun sangat antusias sekali melihat-lihat di gelapnya malam dan sedikit cahaya lampu, pada setiap apa yang ada di hadapan orang-orang yang membeber HP di depannya.  Maklum, Klenteng seperti pasar pedagang kaki lima. Namun, yang dijual adalah HP.  Setelah sekian jam kami melihat-lihat, bertanya, menawar, akhirnya kami mendapatkan apa yang kami idamkan. Aku membeli HP Sony Ericson W200i, sedangkan Mas Dika membeli NOKIA 2300. Tak apalah second, yang penting akhirnya kami punya HP, begitu pikirku dan Mas Dika.  Sejak saat itu, esoknya, aku sudah langsung berjualan pulsa, sampai saat ini. Selain berualan pulsa, aku juga berjualan cairan pembersih LCD ke teman-temanku, yang mayoritas mempunyai laptop.
Pada kegiatan ekstrakulikuler, aku mengikuti ECC (English Conversation Club), aku menikutinya selama 2 tahun. Sayang sekali, gurunya jarang datang. Tapi ada satu kali, sekolah mendatangkan turis saat pembelajaran. I’m very glad about that, because I can meet and direct conversation with people who use English language. Aku juga mengikuti ekstrakulikuler Bahasa Jepang, karena suka sekali dengan anime dan menonton film, kartun, atau dorama Jepang. Pernah juga sekali mengikuti Bahasa Mandarin dan panduan suara. Tapi hanya satu hari kawan, karena tak boleh lagi dengan orangtuaku. Mereka ingin aku focus belajar. Ya memang, aku sangat suka sekali mengikuti berbagai hal, aku tak ingin ada waktu luang yang tak termanfaatkan, aku juga ingin mempunyai banyak teman.  
Saat di SMK,  aku terobsesi untuk meneruskan kuliah ke STAN atau ke UI. Aku ingin berkuliah di STAN, karena ingin kuliah tanpa biaya, dan setelah lulus aku bisa langsung bekerja. Dengan begitu aku bisa membantu Bapak, atau jika aku bisa kuliah di UI, aku akan kuliah sebaik-baiknya, karena itu adalah kampus terbaik yang kutahu saat itu. Aku bermimpi menjadi, “The next yellow jacket”. Betapa menyenangkannya, menjadi mahasiswa disana, akses mudah, kuliah bisa serius, terpercaya, dan bisa aktif mendaftar berbagai event. Namun sayang, ketika tahun aku lulus, STAN tidak menerima mahasiswa baru (pertama kali terjadi hal seperti ini), dan ketika snmptn undangan aku telah mencoba memilih UI, namun gagal. Setidaknya, aku sudah pernah mencoba untuk berani memilih UI sebagai universitas yang tecantum di kertas SNMPTN undangan.
Sejak perpisahan SMK, aku berada di rumah, membantu orangtua. Aku pun berjualan pulsa di pasar. Aku berkeliling pasar, menawarkan kepada para pedagang yang ada di pasar untuk membeli pasar. Aku berusaha mendapatkan uang, setidaknya untuk biaya mengikuti SNMPTN tulis. Dua hari aku berjualan pulsa di pasar.  Alhamdulillah, pada hari ketiga, aku mendapatkan telfon dari Pakde yang anak terakhirnya satu angkatan denganku, dan tentunya sangat akrab dengannya. Namanya Mbak Anis. Pakde menelfonku, beliau memintaku untuk menemani Mbak Anis di Malang. Beliau juga berencana akan mendaftarkanku untuk bersama dengan Mbak Anis. Begitulah,  dengan kuasa Allah, akhirya aku dapat belajar kembali untuk mempersiapkan SNMPTN tulis. Setelah 1 bulan les, kami pun mengikuti tes ujian SNMPTN. Saat pendaftaran, awalnya aku ingin memilih UB, namun, entah kenapa aku memilih jurusan PAI di UIN MALANG. Beberapa hari sebelumnya,  aku dan teman karibku, Rima, berdialog, hendak memilih jurusan apakah kita. Pada hari-hari itu, kami memang sering bersama belajar agama. Entah kenapa, kami sangat interest sekali saat itu. Rima berkata “Nis, gimana kalo kita ambil jurusan PAI, kan mudah, terus juga nanti pahalanya di dunia dan di akhirat juga”. Kupikir-pikir, betul juga kata Rima. Beberapa hari setelah itu, aku juga mengunjungi sahabatku, Milla. Aku sudah lama sekali tak ke rumahnya. Milla kuliah di UIN. Dia bercerita, bahwa kegiatannya sangat padat, tapi juga menyenangkan. Milla mengatakan bahwa kuliah di UIN diwajibkan tinggal di asrama selama 1 tahun. Tidak itu saja, ada perkuliahan wajib, yaitu bahasa arab. Aku pun tertarik untuk kuliah di UIN, aku ingin belajar agama,karena ilmu agama itu penting. Aku tidak ingin hanya belajar ilmu umum, yang pada akhirnya terkadang aku seringnya, hehehe. Karena itulah, aku pun dengan sengaja dan ngawur, akhirnya pada pilihan memilih UB, sedangkan pada pilihan kedua memilih UIN.
Setelah 1 bulan les, aku pergi berlibur ke Bontang, sebuah kota di Kalimantan Timur, di kediaman Mbak Anis. Aku naik pesawat, untuk pertama kalinya. Rasanya, menyenangkan, karena aku melihat awan, persis seperti apa yang kulihat di komik Doraemon. Berada 1 bulan di Kalimantan sangat menyenangkan, aku mendapatkan pengalaman-pengalaman yang tak pernah kuduga sebelumnya, seperti menginap di hotel, memasak cumi-cumi, pergi ke pantai yang benar-benar sepi sehingga damai sekali rasanya, rasanya jauh dari orangtua selama 1 bulan, dan pengalaman yang lainnya.
Seminggu sebelum kembali ke Malang, diumumkanlah hasil tes SNMPTN. Aku begitu deg-degan, takut, cemas, pasrah, dan akhirnya memang pasrah. Ketika kulihat di web SNMPTN, betapa terkejutnya aku, aku lolos, tapi, aku diterima di UIN. Aku kecewa, kenapa aku tidak di UB saja, pikirku. Aku bingung harus bagaimana, tapi aku sudah memilihnya, dan tak mungkin aku bisa memperbaikinya. Alhamdulillah nis, Alhamdulillah, karena kamu telah lolos SNMPTN, selalu kuulang-lang kata-kata itu sebagai penghibur baiku. Adapun dengan Mbak Anis, dia tidak lolos di SNMPTN. Dia pun juga sangat terpukul, tapi past dia dengan mudah akan bisa kuliah dengan jalur mandiri. Memang begitulah, akhirnya Mbak Anis dapat kuliah di UB, dan pada jurusan yang dia inginkan.
Tibalah aku menjadi mahasiswa, sebuah status baru. Aku memasuki kampus hijau itu. perasaan ini, seperti tak pernah asing, perasaan bahwa ada sesuatu yang kurang, dan kurasa ini adalah déjà vu . Aku tak mengira, aku menjadi mahasiswa UIN, bukan UB, apalagi UI. UIN. Kampus Islam Negeri. Oh, My God… It’s not dream, It’s real. Aku akan jadi calon guru, guru agama lagi,  bukan calon dokter, seperti cita-cita TK dahulu. Jujur, aku sangat tidak percaya sekali dengan apa yang ku pilih, dan kemudian ada di jalan yang tak pernah kuduga sebelumnya. Tapi, inilah kenyataan yang telah ada. Aku harus bisa terima, ya memang harus, karena ini adalah takdir. Ketentuan dari Allah, dan aku harus bisa menerima kenyataan ini.
Setelah mengurus registrasi di kampus dan ma’had, aku pun segera mencoba melihat kamar ma’had (asrama). Ma’had yang akan ku tempati adalah Ma’had Fatimah Az-Zahra. Ma’had ini letaknya sangat stategis, karena berada di depan. Aku teringat, dahulu aku melihat kamar ku nomor 21. Karena sudah merasa bahwa itu adalah kamarku, aku pun langsung  membuka pintunya. Kulihat, telah ada banyak perabot, kamar yang sudah ada kehidupan, dan ternyata ada 2 orang ada di kamar tersebut. Mereka kaget, dan langsung mengajakku keluar. “Ada apa dek ? mencari siapa ya ?”, kata seorang senior yang keluar dengan memakai jilbab seadanya. “Mau ke kamar mbak, ini, nomor kamar saya kamar 21”, kataku. “Oh iya, maaf ya dek, kamar sampean dipindah ke kamar 26. Ini kamar musyrifah”, kata senior tadi. “Begitu ya mbak, maaf ya mbak, tadi saya gak tahu, saya pikir sudah jadi kamar saya, jadi gak ketok pintu. Maaf lho mbak,” kataku dengan senyum mengembang. “Ya, tidak apa-apa dek, namanya juga salah”, kata senirot tadi. Aku pun segera pamit untuk pegi ke kamarku. Kamar 26, terletak di pojok kanan, sayap selatan.
Aku tinggal di mabna FAZA dengan 7 orang temanku dari berbagai asal, Mbak Finda dari Jember, Arin dari Tulungagung, Mbak Nisa dari Banjarmasin, Mina dari NTT, Nafis dari Pasuruan, Rena dan Septa dari Mojokerto, dan hanya aku sendiri yang dari Malang. Dalam waktu 1 tahun, aku tinggal bersama mereka. Terkadang terdapat konflik yang berujung pada air mata, tapi tak jarang yang berujung pada gembira ria. Adapula ria dan canda yang selalu hadir di setiap harinya. Meskipun kegiatan di mabna sangat padat, aku menikmatinya, karena aku dapat bebas melakukan apapun yang ingin kulakukan. Namun tak jarang, rindu pada keluarga, terutama Mama dan Bapak hadir.  Di mabna, aku bisa bebas beribadah, dapat bebas pergi kemanapun, dan melakukan aktivis apapun, meskipun itu jarang. Hal ini karena kegiatan yang padat sekali kawan, ada kegiatan mabna, kelas, PKPBA, dan organisasi.
Pada perkuliahan, semester 1 dan 2 kufokuskan untuk belajar di mabna dan di kampus sebaik-baiknya. Aku benar-benar rajin dalam 2 hal ini. Di mabna, aku biasa belajar mengaji dengan musyrifah yang baik hati dan mau membimbingku membaca Al-qur’an dengan baik, ada Mbak Faza, Mbak Ria, dan Ziyan. Aku belajar dari awal, karena memang kemampuan membaca Al-qur’anku sangat parah, aku belajar mulai dari makhrojul huruf, tajwid, dan membaca dengan benar. Aku juga terkadang pergi ke kamar-kamar teman yang mau mengajariku bahasa arab, menulis huruf hijaiyah, dan belajar fiqh. Hal ini kulakukan, karena aku tak ingin rugi pada statusku sebagai mahasiswa. Kugunakan waktuku semaksimal mungkin. Aku hanya tidur selama 4 jam sehari. Memang kusengaja, agar aku bisa belajar, belajar, dan belajar, agar aku tak ketinggalan dengan teman-temanku. Hal pertama yang dinasehatkan Bapak adalah, bahwa aku adalah anak yang selalu bersekolah di sekolah umum, dan belum banyak belajar agama, karena itu, Bapak sangat senang aku bisa kuliah di UIN, sehingga Bapak sebagai seorang hamba yang diberi titipan oleh Allah, melaksanakan tanggungjawabnya. Bapak juga berkata bahwa, aku ibarat seorang bayi yang masih umur 5 bulan, sedangkan teman-temanku sudah berlari kencang. Oleh karena itu, aku harus bisa mengejar teman-temanku yang sudah berlari kencang, denga berusaha semaksimal mungkin.
Pada semester 3 dan 4, aku memfokuskan agendaku pada pekerjaan. Aku menjadi guru les di sebuah lembaga bimbel. Sebenarnya aku senang, tapi terdapat hal-hal yang membuatku kecewa sebagai seorang tentor. Potongan bimbel tersebut terlalu besar, yakni 50%. Namun aku menikmatinya saja, aku belajar tentang lembaga tersebut, mungkin seuatu saat nanti aku bisa meniru usaha bimbel. Murid pertamaku bernama Mario, dia akrab dipanggil Buyung. Sedangkan murid ke-2 dan ke-3, aku lupa. Pada semester 5, aku masih menjadi guru les. Tapi aku tidak melalui lembaga. Aku mengajar Buyung, Putri, dan sepupuku di rumah Yanguti serta temannya, menjadi 5 orang. Hari-hari pada semester ini begitu sangat sangat sibuk. Selain kuliah di kampus yang mayoritas 3 sks, setelah itu aku langsung mengajar dari jam 14.00-20.00 WIB. Bukan main capeknya, apalagi terkadang aku belum makan siang dan sore. Sehingga, sampai rumah aku langsung makan dan tidur.
Aku mengikuti organisasi pertamaku saat semester 1, yaitu HTQ (Haiah Tahfidz Qur’an), kumpulan orang-orang yang cinta dan ingin menghafalkan Al-qur’an. Sangat semangat dan antusias sekali saat diklatnya, bahkan aku menjadi peserta terbaik. Subhanallah, bangga sekali rasanya bisa menjadi orang terbaik. Kemudian aku juga mengikuti FLP (Forum Lingkar Pena), awalnya ini tak sengaja. Aku hanya ingin mengikuti seminar saja, ternyata agenda tersebut sekaligus Open Recruitmen, dan akupun menjadi anggota. Di semester 3 dan 4, rencanaku ingin mengikuti UKM, namun aku tak sempat mengikuti UKM, karena selalu ada halangan. Aku ingin mengikuti KOPMA (Koperasi Mahasiswa), tapi ternyata hari diklat bertepatan dengan tugasku sebagai Sie. Acara di OR FLP, dan ketika aku mengikuti UKM LKP2M, aku terkendala biaya dan laptop saat itu, mengingat aku harus bergantian dengan ke-4 saudara dalam menggunakannya. Aku juga sempat mengikuti diklat JC (Jepret Club) selama 2 hari, dan tidak melanjutkan lagi karena Bapak dan Mama marah-marah aku pulang sore. Sedih rasanya, belum punya UKM. Aku juga bukan anggota HMJ (HImpunan Mahasiswa Jurusan), karena tidak lolos seleksi, tapi aku pernah mengikuti kepanitiaan ospek jurusan, a sebagai pengalaman saja, pernah mengetahui dan merasakannya. Sebenanya aku ingin menjadi musyrifah (kakak pembimbing di mabna), tapi aku tidak lolos seleksi, mungkin karena aku memang bukan background sekolah agama, dan aku belum bisa bahasa Arab dan membaca kitab.   
Di semester 6 aku menjadi Kader El-zawa, yaitu volunteer di Pusat Kajian Zakat dan Waqaf UIN Maliki Malang. Aku, teman-teman, dan 2 staff sangat akrab, kami seperti keluarga. Staff tersebut adalah Ustad Anwar dan Ustad Afif, beliau berdua sangat baik kepada kami. Beliau mendidik kami, baik bekal spiritual, kampus, keluarga, dan lain-lain. Ustad Anwar mengajarkan kitab, sedangkan Ustad Afif mengajarkan ttiba’an. Disana pun, aku belajar arab pegon, benar-benar mendidikku untuk lebih mencintai Islam, Allah, dan Rasulullah. Aku juga menjadi volunteer LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Mahasiswa). Au menjadi volunteer di kecamatan Bululawang. Sangat-sangat banyak sekali pengalaman yang kudapatkan. Aku belajar menjadi sosok yang sabar dan mengalah, belajar memahami dan saling menyatukan misi, dan bertindak bukan sekedar formalitas. Aku juga belajar bertanggung jawab dan bersosialisasi dengan masyarkat kembali. Terdapat pengalaman yang tak terduga, seperti pulang dari acara PM pukul 00.00 WIB, menaiki menara masjid tertinggi di Bululawang, yang tangganya hanya 1 dan gelap lorongnya, dan lain-lain.
Pada semester 6, aku juga mengikuti event di Bandung, yaitu Nusantara Young Leader Forum (NYLF) 2015. Kegiatan ini adalah forum organisasi pemuda se-Asean. Aku sangat senang mengiktui agenda ini dengan segala tantangan, rintangan, dan hambatannya. Mulai dari pengajuan proposal yang ditolak, naik kereta dari Malang ke Surabaya pukul 03.00, sampai di Bandung pukul 23.30 WIB yang kemudian luntang-lantung sama teman-teman yang se-kereta, kemudian makan di kantin Universitas Telkom Bandung yang mahal sekali harganya. Tak hanya itu, disana aku menikmati pertemuanku dengan mahasiswa di berbagai universitas dari sabang  sampai merauke. Mereka juga orang-orang yang komunikatif, hangat, cerdas, cakap, dan sangat menginspirasi. Mereka telah banyak berperan di kampus mereka, ex-change ke luar negeri, mengajar di daerah pelosok, ingin kuliah keluar negeri secara gratis, dan lain-lain. Setelah agenda itu, aku juga masih kaya akan pengalaman terlantar di Bandung, menginap di kos temannnya teman yang baru bertemu di Bandung,  jalan kaki dan naik angkot sampai 6 kali dan itu hanya aku dan Eka, mahasiswa UMM, kami berdua menjadi seperti couple dadakan. Hal ini seperti di sinetron atau FTV, untung saja Eka telah mempunyai pacar, aku tertawa saja dalam hati.  Sampai sekarangpun aku masih berkomunikasi dengan teman-temanku yang ada disana, rasanya senang sekali, mempunyai teman se-Indonesia. Alhamdulillah, Allah telah memberikan manisnya perjalanan setelah pahitnya perjuangan.
Ada satu hal lagi event yang kulakukan di semester 6, yaitu menjadi panitia di event Malang Fashion Day 2015. Agendda ini diadakan oleh sebuah perusahaan dan bekerjasama dengan mahasiswa-mahasiswa di Malang. kurasakan betul perjuangan disini. Aku sebagai anggota di bagian marketing, dari 8 anggota beserta ketuanya, merucut tinggal aku dan ketua devisi saja yang masih berkomitmen dalam menyelesaikan tugas. aku telah berusaha semaksimal mungkin dalam tugas ini, meskipun aku tak berhasil mencapai target. Tapi, ada rasa puas  dan bangga setelah dapat tetap berkomitmen dan bertanggungjawa. Betapa tidak, devisi marketing harus menjual 1000 tiket dengan harga pertiketnya adalah Rp 100.000,00. Hal ini sungguh menjadi tantangan terbaru dalam aktivitasku. Aku juga dapat merasakan menjadi bagian dari sebuah event besar. Banyak pelajaran yang kudapatkan, seperti pemasaran, bisnis, kepemimpinan, sosial, dan lain-lain. 
Singkat cerita, seiring dengan berjalannya waktu, aku berusaha menjadi orang yang haus belajar, meski terkadag malas menghampiriku. Akan kuingat jasa orangtuaku yang telah menguliahkanku mati-matian. Aku tak ingin mengecewakan mereka, aku ingin segera membahagiakan meraka.  Seperti pepatah, Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, berseneng-senang kemudian. Pada hakikatnya, semua manusia mempunyai kemauan atau cita-cita. Namun semua itu bergantung pada usahanya untuk mewujudkan cita-cita itu. Aku teringat perjuangan Merry Riana dalam bisnisnya. Saat aku membaca buku karangan Albertine Endah, penulis novel Mimpi Sejuta Dolar, aku benar-benar terkesima oleh jalan ceritanya yang menceritakan tentang perjuangan gadis untuk memperjuangkan mimpinya. Merry Riana, siapa yang tak tahu nama itu, kaum muda pastilah tahu, karena Merry Riana sering diundang untuk menjadi pembicara pada seminar.
Selesai membaca novel tentang Merry Riana, semangatku untuk meraih kesuksesan pun membara. Jika kita ingin sukses, lakukan hal itu sekarang. Jangan ditunda. Maksud dari segera melakukan adalah, kita benar-benar berkomitmen untuk melakukan segala macam (yang halal tentunya) untuk menggapai mimpi itu mulai saat ini juga, tidak ditunda-tunda. Tidak malas melakukan hal-hal untuk berjuang. Karena, segala hal pada saat awal pasti susah. Ibarat seperti menaiki anak tangga, pada awalnya susah, kita harus menaiki tangga satu demi satu, melawan gravitasi bumi, dan menahan tubuh agar tidak jatuh. Kemudian ketika kita sudah melewati anak tangga dan mencapai atas, kita dapat melihat segalanya dari atas. Atau ketika turun, tidak akan sesulit saat naik.
Begitu pula perjuangan membuka lembaga bimbingan belajar. Setelah menamatkan buku Merry Riana, dengan kadar semangat yang masih membara, kumanfaatkan semaksimal mungkin kondisi yang seperti ini. Segera ku berlari ke dermaga pantai… kucari kayu, kupotong sekenanya, kubuat perahu dan dayungku berdua dengan-Nya. Kudekati dan Kurayu Dia, agar sudi membimbing diriku yang tak ingin mendapat bimbingan selain-Nya. Kukobarkan semangat tuk meninggalkan daratan menuju samudera.   
Aku terus membawa kapalku berlabuh, mencari pulau yang dapat kusinggahi dan kutempati. Aku akan terus berjuang, tak kenal lelah. Memang beginilah manusia, diciptakan untuk berjuang. Berjuang meraih Ridha-Nya dengan warna-warni kehidupan. Teruslah berjuang kawan, menjadi orang yang bermanfaat. Jadikan dirimu sebagai sosok yang tak akan meluangkan waktunya dengan hal yang ta membawa manfaat bagimu. Hidup sekali, hiduplah yang berarti. Aku tak ingin hidup ini hanya sia-sia dan tanpa arti. Aku ingin hidup yang berwarna dan menjadi sosok bijaksana agar dapat bermanfaat. Manusia diciptakan bukan untuk senang-senang, tapi untuk menghamba kepada Allah dengan bermafaat bagi sesama. Semoga cerita ini menginspirasi. Amin, Allahumma amin. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

0 komentar:

Posting Komentar